Bisnis.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif The Aceh Institute Fajran Zain menyatakan ingin membuka pintu diskusi legalisasi tanaman ganja di Aceh.
Menurutnya, ganja memiliki banyak kandungan positif sebagai bahan baku untuk berbagai produk.
"Selama ini stigma (ganja) itu adalah zat adiktif, narkoba, dan masuk dalam daftar BNN sebagai barang tidak boleh dikonsumsi," katanya di sela-sela diskusi publik potensi industri ganja Aceh sebagai strategi pengentasan kemiskinan, di Kamp Biawak, Kota Banda Aceh, Jumat (31/1/2020).
Diskusi itu mengundang Profesor Musri Musman sebagai peneliti pemanfaatan ganja untuk keperluan medis, pemerhati ganja Tgk Jamaica, serta Ketua Lingkar Ganja Nusantara (LGN) Dhira Narayana.
Fajran mengutip hasil penelitian Musri bahwa ganja itu produktif dan dapat digunakan sebagai bahan baku berbagai produk bernilai ekonomi.
Dia menyebut produk pengawet warna, parfum, dan medis.
"Maka saya jadi bertanya apa dasar negara menjadikan ini ilegal," ujarnya.
Sebagai lembaga penelitian, Fajran mengatakan, pihaknya wajib membuka ruang kepada publik untuk berdiskusi, meneliti, mengkaji tentang potensi ganja sebagai pengentasan kemiskinan di Aceh.
Meskipun, kata dia, kepolisian, BNN, serta sejumlah kalangan mempertanyakan tujuan dari diskusi yang dibuat tersebut.
"Ketika kami melansir ide diskusi ini juga ditelepon oleh pihak keamanan, BNN, mempertanyakan maksud diskusi ini. Saya katakan ini adalah diskusi, terbuka, kajian, akademik, dan silakan datang," katanya.
Menurut dia, jika Pemerintah Aceh cermat dalam melihat potensi tanaman ganja, tidak tertutup kemungkinan pascadiskusi itu akan ada tindaklanjutnya.
"Kami buka kran diskusi dulu. Baru satu temuan penelitian, bukan tidak mungkin ada kajian lain tentang ganja yang memang positif," katanya.