Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kisruh Natuna Utara dan Minimnya Pendekatan Ekonomi

Kejadian kapal nelayan China kepergok menangkap ikan di Laut Natuna Utara belum lama ini seperti kembali mengetuk kesadaran banyak pihak tentang betapa penting pendekatan ekonomi untuk menegakkan kedaulatan di tapal batas negara.
Menko Polhukam Mahfud MD (tengah) saat membuka konferensi pers terkait pengamanan di laut Natuna pada Jumat 3 Januari 2020 di kantornya. Menkopolhukam didampingi (dari kiri ke kanan) Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly./Bisnis-Rayful Mudassir
Menko Polhukam Mahfud MD (tengah) saat membuka konferensi pers terkait pengamanan di laut Natuna pada Jumat 3 Januari 2020 di kantornya. Menkopolhukam didampingi (dari kiri ke kanan) Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly./Bisnis-Rayful Mudassir

Pendekatan Ekonomi di Natuna Dianggap Lebih Bertaji

Sementara itu, Ketua Asosiasi Nelayan Indonesia (ANNI) Riyono mengatakan nelayan di pantura siap berangkat ke Natuna. Terhitung per Sabtu (18/1), sekitar 200 kapal milik nelayan Tegal bahkan sudah standby.

“Prinsipnya, kawan-lawan nelayan Pantura siap berkolaborasi dan bekerja sama dengan teman-teman nelayan Natuna sehingga tidak akan terganggu. Tidak perlu khawatir,” ujarnya.

Riyono mengatakan nelayan Pantura telah mengajukan tiga usulan kepada pemerintah sebelum berangkat ke Natuna. Pertama, keamanan saat menangkap ikan sebagaimana sudah disanggupi oleh TNI AL dan Bakamla.

Kedua, pemenuhan kebutuhan BBM yang sekitar 60 ton per voyage kapal di atas 100 GT. Karena biaya perbekalan yang mahal, yakni sekitar Rp600 juta untuk BBM saja selama operasi 1,5 bulan, nelayan ingin pemerintah memberikan harga Solar khusus.

Ketiga, hasil tangkapan harus dibeli oleh BUMN atau swasta. Menurut Riyono, kejelasan pembelian hasil tangkapan penting bagi nelayan.

LEBIH BERTAJI

Sementara itu, Maritim Research Institute berpendapat pendekatan ekonomi lebih bertaji ketimbang pendekatan militer untuk menangkis klaim-klaim sepihak negara lain atas perairan terluar Indonesia.

Direktur Maritim Research Institute Makbul Muhammad berharap KKP menjadi garda terdepan untuk memimpin pemanfaatan Natuna dengan pendekatan ekonomi. Dia menyarankan KKP membuat kebijakan khusus yang serius untuk pemanfaatan Laut Natuna Utara.

“Pendekatan ekonomi jauh lebih berani dalam bermain di wilayah sengketa. Cukup bersenjatakan alat tangkap ikan,” ujarnya.

Makbul mengatakan bahwa langkah serupa telah dilakukan China di lokasi yang sama, yang juga diklaim Beijing sebagai Nine Dash Line (Sembilan Garis Putus-Putus).

Artinya, China bukan saja melakukan pendekatan militer, melainkan juga menguatkan setiap saat pendekatan ekonominya. Negeri Tembok Raksasa itu bahkan telah mengembangkan Kepulauan Spratly untuk pariwisata.

Makbul berharap kegagalan Indonesia atas Sipadan dan Ligitan tidak terulang. Kedua pulau di timur laut Pulau Sebatik itu gagal dipertahankan bukan karena militer Indonesia tidak mampu menekan Malaysia, melainkan karena pengaruh ekonomi Negeri Jiran lebih kuat tertancap di pulau-pulau itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Hendra Wibawa
Sumber : Bisnis Indonesia

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper