Bisnis.com, JAKARTA — Sekretaris Jenderal Persatuan Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Helmy Faishal mengatakan Rancangan Undang-undang Perlindungan Ulama mesti dikaji terlebih dulu. "Wacana dan alasan RUU Perlindungan Ulama ini harus diperjelas dulu," kata Helmy kepada Tempo, Jumat (19/1/2020).
Helmy menjelaskan, jangan sampai RUU Perlindungan Ulama dikukuhkan demi kepentingan politik kelompok tertentu. Hal itu akan menjadi komoditas politik dan tidak mungkin justru semakin menguatkan politik identitas.
"Isu kriminalisasi ulama yang menjadi salah satu alasan diusulkannya RUU Ini hanya muncul, terutama pada saat Pemilu 2019. Artinya ada komodifikasi agama untuk kepentingan politik."
Kejadian dan isu kriminalisasi ulama itu pun hanya terjadi di daerah tertentu saja dan tidak merata di seluruh wilayah Indonesia. Isu tentang ulama yang dikriminalisasi dan tidak aman, disebut Helmy hanya isu politik.
"Karena ulama pada umumnya di Indonesia tidak merasakan seperti itu. Itu hanya isu elite yang berkembang di Jakarta saja."
Helmy mengatakan, jika dicermati secara seksama terlepas dari isu dan kontestasi politik, kehidupan ulama baik-baik saja. Secara umum ulama masih bisa melaksanakan ceramahnya melalui berbagai metode dan saluran.
Sedikitnya 50 rancangan undang-undang telah dimasukkan ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020 oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Salah satu RUU yang lolos danmasuk Prolegnas adalah RUU Perlindungan Agama dan Simbol Agama.