Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera meminta bantuan National Central Bureau (NCB) Interpol Indonesia untuk mencari keberadaan tersangka Harun Masiku.
Keberadaan kader PDI Perjuangan (PDIP) Harun Masiku sebelumnya mulai terkuak setelah data Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM mencatat Harun Masiku terbang ke Singapura pada 6 Januari 2020.
Harun pergi meninggalkan Indonesia 2 hari sebelum adanya operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Komisioner KPU Wahyu Setiawan pada Rabu dan Kamis (8—9/1/2020).
"Kami akan segera berkoordinasi dengan Polri untuk meminta bantuan NCB Interpol [dalam mencari Harun Masiku]," ujar Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat dikonfirmasi, Senin (13/1/2020).
Harun adalah calon anggota legsilatif PDIP yang diduga menyuap komisioner KPU Wahyu Setiawan terkait dengan penetapan anggota DPR melalui mekanisme penggantian antarwaktu (PAW).
Dia merupakan salah satu kunci dalam perkara yang diduga melibatkan petinggi PDIP mengingat penyidik lembaga antirasuah tengah mendalami asal-usul uang Rp400 juta yang diberikan untuk Wahyu Setiawan melalui sejumlah perantara.
"Saya kira untuk penjahat koruptor tidak akan sulit ditemukan," lanjut Nurul Ghufron.
Dugaan keberadaan Harun Masiku di luar negeri sebelumnya dikatakan Nurul ketika informasi yang didapatnya, Harun tengah berada di luar negeri sebelum OTT terjadi.
"Dengan imigrasi kita sudah koordinasi. Info yang kami terima malah memang sejak sebelum adanya tangkap tangan, yang bersangkutan memang sedang di luar negeri," ujar Nurul dikonfirmasi, Senin (13/1/2020).
Hal itu lantas diamini Kepala Bagian Humas Ditjen Imigrasi Kemenkumham Arvin Gumilang yang menyebut bahwa Harun pergi ke Singapura melalui Bandara Soekarno-Hatta pada Senin (6/1/2020).
Saat ini belum jelas di mana keberadaan Harun Masiku karena Ditjen Imigrasi belum mencatat adanya pergerakan Harun pulang ke Indonesia.
Nurul pun mengultimatum Harun Masiku agar bersikap kooperatif dengan menyerahkan diri dan menghadap penyidik KPK.
"Kalaupun tidak, nanti kita akan tetap cari dan kita masukan dalam DPO [Daftar Pencarian Orang]," ujar Nurul.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan empat orang sebagai tersangka. Mereka adalah Komisioner KPU Wahyu Setiawan, mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina yang juga orang kepercayaan Wahyu; kader PDIP Harun Masiku; dan Saeful selaku swasta.
Penetapan tersangka menyusul operasi tangkap tangan KPK di Jakarta, Depok, dan Banyumas dengan mengamankan delapan orang dan uang Rp400 juta dalam valuta Sin$ pada Rabu dan Kamis 8 - 9 Januari 2020.
KPK menduga Wahyu Setiawan melalui Agustiani yang juga orang kepercayannya menerima suap guna memuluskan caleg PDIP Harun Masiku menjadi anggota DPR melalui mekanisme pengganti antar waktu (PAW) untuk mengganti posisi Nazarudin Kiemas yang wafat pada Maret 2019.
Namun, dalam rapat pleno KPU memutuskan bahwa pengganti almarhum Nazarudin adalah caleg lain atas nama Riezky Aprilia. Terdapat usaha agar Wahyu tetap mengusahakan nama Harun sebagai penggantinya.
Awalnya, Wahyu meminta Rp900 juta untuk dana operasional dalam membantu penetapan Harun sebagai anggota DPR RI pengganti antar waktu tersebut. Dari serangkaian uang yang dialirkan, diduga Wahyu telah menerima Rp600 juta baik langsung maupun melalui Agustiani.
Adapun sumber uang Rp400 juta dari tangan Agustiani yang diduga ditujukan untuk Wahyu masih didalami KPK. Diduga dana itu dialirkan pengurus partai PDIP.
Wahyu kini resmi ditahan di rutan Pomdam Jaya Guntur dan Agustiani Tio Fridelina ditahan di rutan K4 yang berada tepat di belakang Gedung Merah Putih KPK.
Adapun tersangka Saeful selaku terduga pemberi suap ditahan di rutan gedung KPK lama Kavling C1, sedangkan kader PDIP Harun Masiku masih buron.
Wahyu Setiawan dan Agustiani disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Harun Masiku dan Saeful disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.