Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kasus Wahyu Setiawan: KPK Luruskan Soal Penyelidik Cari Hasto Kristiyanto di PTIK

Saat dilokasi, tim penyelidik KPK ketika itu malah digiring dan sempat diperiksa oleh polisi yang sedang bertugas. Petugas KPK bahkan menjalani tes urin.
Ketua KPU Arief Budiman berbicara kepada wartawan usai mendatangi gedung KPK, Jakarta, Rabu (8/1/2019)./ANTARA-Benardy Ferdiansyah
Ketua KPU Arief Budiman berbicara kepada wartawan usai mendatangi gedung KPK, Jakarta, Rabu (8/1/2019)./ANTARA-Benardy Ferdiansyah

Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meluruskan soal penyelidik KPK yang mendatangi Kompleks Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta Selatan, yang diduga mencari Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.

Penyelidik mendatangi PTIK menyusul rangkaian operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Komisioner Komisi Pemilihan Umum Wahyu Setiawan pada Rabu dan Kamis 8-9 Januari 2020.

Saat di lokasi, tim penyelidik KPK ketika itu malah digiring dan sempat diperiksa oleh polisi yang sedang bertugas. Petugas KPK bahkan menjalani tes urin.

Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri meluruskan bahwa peristiwa di PTIK hanya salah paham. Menurut Ali, tim saat itu hanya mampir untuk melaksanakan salat di lokasi tersebut.

"Hanya kesalahpahaman saja. Jadi memang saat itu petugas kami ada di sana untuk melaksanakan di masjid, salat. Kemudian di sana ada pengamanan sterilisasi tempat," kata Ali, Kamis (9/1/2020) malam.

Ali juga tak membantah bahwa petugas KPK sempat ditahan dan diperiksa oleh petugas keamanan untuk diminta identitas, dan menjalani tes urin hingga dilepaskan. Ali memahami hal itu lantaran petugas di sana saat itu tengah melakulan sterilisasi tempat.

"Tentunya ada kesalahpahaman di sana," katanya.

Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar mengaku tak mendapat informasi adanya rencana tim penyelidik KPK untuk mengamankan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang diduga tengah berada di PTIK, yang bersamaan dengan OTT Wahyu Setiawan.

Lili juga mengatakan bahwa saat itu petugas tidak melakukan apapun di PTIK sehingga terjadi kesalahpahaman.

"Yang saya dapat dari teman-teman penyelidik mereka tidak melakukan apapun tapi itu salah paham tentang kehadiran mereka tentang keamanan yang ada di sana," katanya.

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan empat orang sebagai tersangka. Mereka adalah Komisioner KPU Wahyu Setiawan, mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina yang juga orang kepercayaan Wahyu; kader PDIP Harun Masiku; dan Saeful selaku swasta.

Penetapan tersangka menyusul operasi tangkap tangan KPK di Jakarta, Depok, dan Banyumas dengan mengamankan delapan orang pada Rabu dan Kamis 8-9 Januari 2020.

KPK menduga Wahyu Setiawan melalui Agustiani yang juga orang kepercayannya menerima suap guna memuluskan caleg PDIP Harun Masiku menjadi anggota DPR melalui mekanisme pengganti antar waktu (PAW) untuk mengganti posisi Nazarudin Kiemas yang wafat pada Maret 2019.

Namun, dalam rapat pleno KPU memutuskan bahwa pengganti almarhum Nazarudin adalah caleg lain atas nama Riezky Aprilia. Terdapat usaha agar Wahyu tetap mengusahakan nama Harun sebagai penggantinya.

Awalnya, Wahyu meminta Rp900 juta untuk dana operasional dalam membantu penetapan Harun sebagai anggota DPR RI pengganti antar waktu tersebut. Dari serangkaian uang yang dialirkan, diduga Wahyu telah menerima Rp600 juta baik langsung maupun melalui Agustiani.

Adapun sumber uang Rp400 juta dari tangan Agustiani yang diduga ditujukan untuk Wahyu masih didalami KPK. Diduga dana itu dialirkan pengurus partai PDI-P.

Wahyu kini resmi ditahan di rutan Pomdam Jaya Guntur usai menjalani pemeriksaan intensif dalam waktu 1x24 jam.

Sementara tersangka lain, Agustiani Tio Fridelina ditahan di rutan K4 yang berada tepat di belakang Gedung Merah Putih KPK.

Adapun tersangka Saeful selaku terduga pemberi suap ditahan di rutan gedung KPK lama, Kavling C1, sedangkan kader PDIP Harun Masiku masih buron.

Wahyu Setiawan dan Agustiani lantas disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Harun Masiku dan Saeful disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Ilham Budhiman
Editor : Sutarno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper