Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) mendorong Komisi Pemilihan Umum (KPU) bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membangun whistleblower system.
Hal itu menyusul ditetapkannya Komisioner KPU Wahyu Setiawan sebagai tersangka oleh KPK terkait dengan dugaan suap penetapan anggota DPR terpilih periode 2019-2024.
Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Donal Fariz mengatakan KPU dapat membangun whistleblower system pada internal KPU hingga jajaran KPU Provinsi dan Kabupaten/Kota.
"Langkah ini bisa ditempuh sebagai upaya internal kontrol yang bertujuan sebagai langkah pencegahan [korupsi]," ujar Donal, Jumat (10/1/2020).
Komitmen pencegahan korupsi dari internal KPU dengan membangun sistem antikorupsi bertujuan agar tidak terulangnya kembali komisioner KPU terjerat dalam kasus korupsi seperti kasus Wahyu Setiawan.
Menurut Donal, bila hal itu terus terjadi maka hal tersebut akan berdampak pada berkurangnya kepercayaan publik kepada KPU. Apalagi, Wahyu tercatat sebagai komisioner KPU kelima yang ditetapkan sebagai tersangka.
Donal mengatakan KPU harus mulai berbenah diri pasca kasus Wahyu Setiawan terlebih KPU tengah menatap untuk menyelenggarakan Pilkada Serentak 2020 pada 270 daerah.
"Untuk itu, KPU harus segera melakukan sejumlah langkah perbaikan internal agar praktek yang sama tidak berulang kembali salah satunya dengan segera melakukan kerjasama dengan KPK untuk membangun whistleblower system," ujar Donal.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan empat orang sebagai tersangka. Mereka adalah Komisioner KPU Wahyu Setiawan, mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina yang juga orang kepercayaan Wahyu; kader PDIP Harun Masiku; dan Saeful selaku swasta.
Penetapan tersangka menyusul operasi tangkap tangan KPK di Jakarta, Depok, dan Banyumas dengan mengamankan delapan orang pada Rabu dan Kamis 8-9 Januari 2020.
KPK menduga Wahyu Setiawan melalui Agustiani yang juga orang kepercayannya menerima suap guna memuluskan caleg PDIP Harun Masiku menjadi anggota DPR melalui mekanisme pengganti antar waktu (PAW) untuk mengganti posisi Nazarudin Kiemas yang wafat pada Maret 2019.
Namun, dalam rapat pleno KPU memutuskan bahwa pengganti almarhum Nazarudin adalah caleg lain atas nama Riezky Aprilia. Terdapat usaha agar Wahyu tetap mengusahakan nama Harun sebagai penggantinya.
Awalnya, Wahyu meminta Rp900 juta untuk dana operasional dalam membantu penetapan Harun sebagai anggota DPR RI pengganti antar waktu tersebut. Dari serangkaian uang yang dialirkan, diduga Wahyu telah menerima Rp600 juta baik langsung maupun melalui Agustiani.
Adapun sumber uang Rp400 juta dari tangan Agustiani yang diduga ditujukan untuk Wahyu masih didalami KPK. Diduga dana itu dialirkan pengurus partai PDI-P.
Wahyu kini resmi ditahan di rutan Pomdam Jaya Guntur usai menjalani pemeriksaan intensif dalam waktu 1x24 jam.
Sementara tersangka lain, Agustiani Tio Fridelina ditahan di rutan K4 yang berada tepat di belakang Gedung Merah Putih KPK.
Adapun tersangka Saefuk selaku terduga pemberi suap ditahan di rutan gedung KPK lama, Kavling C1, sedangkan kader PDIP Harun Masiku masih buron.
Wahyu Setiawan dan Agustiani lantas disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Adapun Harun Masiku dan Saeful disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.