Kabar24.com, JAKARTA — Nama Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mendadak muncul dalam nota keberatan atau eksepsi terdakwa Bupati Muara Enim nonaktif Ahmad Yani.
Namanya muncul dalam sidang kasus dugaan suap 16 paket proyek jalan senilai Rp132 miliar dengan terdakwa Ahmad Yani di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Palembang, Selasa (7/1/2020).
Dilansir Antara, Kuasa Hukum terdakwa, Maqdir Ismail, mengatakan nama Firli muncul dari penyadapan KPK atas terdakwa lain dalam kasus ini yaitu Kepala Bidang Pembangunan Jalan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyart Muara Enim, Elfin Muchtar.
Dalam eksepsi, ada upaya memberikan US$35.000 kepada Firli Bahuri yang saat itu menjabat Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Sumatra Selatan.
"BAP hanya menerangkan percakapan antara Elfin dan kontraktor bernama Robi. Dalam percakapan itu Elfin akan memberikan sejumlah uang ke Firli Bahuri, sementara Firli tidak pernah dimintai konfirmasi apakah benar dia menerima uang atau tidak," ujar Maqdir dilansir Antara, Selasa (7/1/2020).
Menanggapi itu, Firli Bahuri membantah adanya penerimaan dalam bentuk apapun kepadanya. Dikonfirmasi wartawan, dia tak pernah menerima dari siapapun.
"Saya tidak pernah menerima apapun dari siapapun," kata Firli dikonfirmasi, Selasa.
Firli memastikan bahwa pihaknya pasti menolak jika ada pemberian yang tidak semestinya, termasuk saat menjadi Kapolda.
"Saya pasti tolak. Keluarga saya juga pasti menolak. Saya tidak pernah [menerima] sesuatu yang bukan hak saya," kata dia.
Dia juga mengatakan bahwa dalam pengakuan terdakwa dan penasihat hukum dipemberitaan telah sangat lugas dijelaskan dirinya tidak pernah menerima apapun yang bukan haknya.
Sebelumnya, dalam sidang kedua dengan agenda membacakan eksepsi tersebut, Maqdir menegaskan bahwa Ahmad Yani tidak berniat meminta komitmen fee sebesar Rp22 miliar dari kontraktor Robi Fahlevi yang berstatus terdakwa.
Maqdir menyebut komitmen fee merupakan inisiatif Elfin yang mengatur jalannya 16 paket proyek senilai Rp132 miliar, termasuk upaya memberikan US$35.000 kepada Firli Bahuri.
Maqdir mengatakan Elfin memanfaatkan silaturahmi antara Firli dengan Ahmad Yani untuk memberikan uang senilai US$35.000 itu. Uang itu diperoleh dari terdakwa Robi.
Elfin lantas menghubungi keponakan Firli Bahuri bernama Erlan. Dia memberi tahu bahwa ingin mengirimkan sejumlah uang kepada Firli Bahuri.
"Tetapi kemudian dijawab oleh Erlan, 'ya, nanti diberitahu, tapi biasanya bapak tidak mau'," kata Maqdir masih dilansir Antara.
Maqdir mengatakan percakapan itu ternyata disadap oleh KPK. Tetapi KPK justru tidak memberitahu kepada Kepala Polri bahwa Firli yang masih menjabat sebagai Kapolda Sumsel saat itu akan diberikan sejumlah uang oleh seseorang.
"Sepatutnya upaya pemberian uang itu diketahui Kapolri, kan sudah ada kerjasama supervisi antara KPK dan Polri, meski demikian tidak juga terbukti bahwa Kapolda menerima uang itu," kata Maqdir.
Selain menyebut dakwaan tidak tepat, Maqdir menuding BAP dan dakwaan terhadap Ahmad Yani juga bermaksud menjatuhkan citra Firli Bahuri yang pada saat itu ikut kontestasi Ketua KPK.
Mendengar eksepsi tersebut, Jaksa penuntut umum KPK Roy Riadi mengaku terkejut karena pertemuan-pertemuan tersebut tidak pernah terungkap, kecuali bukti percakapan antara Robi dan Elfin.
"Sejujurnya kami baru tahu ada pertemuan itu, tapi itu kan pengakuan Elfin yang diceritakan penasihat hukum Ahmad Yani," kata Roy.
Roy mengatakan penyadapan yang kemudian menyeret nama Firli termasuk bagian dari penyelidikan.
"Pak Kapolda juga saya rasa tidak minta uang, karena bisa jadi yang diberi uang itu tidak tahu bahwa mereka akan diberi uang, kalau dari keterangan si pemberi uang ya sah-sah saja," kata Roy.