Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Cegah Klaim Asing atas Natuna, Pendekatan Ekonomi Harus Diandalkan

Maritim Research Institute berpendapat pemanfaatan perairan Natuna Utara sebaiknya menggunakan pendekatan nonmiliter. Pemanfaatan secara ekonomi dipandang lebih efektif menangkis klaim sepihak seperti dilakukan China baru-baru ini.
Sejumlah kapal asing yang tertangkap pihak berwenang bersiap ditenggelamkan di perairan Natuna, Kepulauan Riau./Antara
Sejumlah kapal asing yang tertangkap pihak berwenang bersiap ditenggelamkan di perairan Natuna, Kepulauan Riau./Antara
Bisnis.com, JAKARTA -- Maritim Research Institute berpendapat pemanfaatan perairan Natuna Utara sebaiknya menggunakan pendekatan nonmiliter.
Pemanfaatan secara ekonomi dipandang lebih efektif menangkis klaim sepihak seperti dilakukan China baru-baru ini.
 
Direktur Maritim Research Institute Makbul Muhammad berharap Kementerian Kelautan dan Perikanan menjadi garda terdepan untuk memimpin pemanfaatan Natuna dengan pendekatan ekonomi. Dia menyarankan KKP membuat kebijakan khusus yang serius untuk pemanfaatan Laut Natuna Utara.
 
"Kirimlah nelayan-nelayan tangguh kita yang difasilitasi oleh negara yang setiap waktu mengibarkan bendera Merah Putih di Laut Natuna Utara," ujarnya dalam siaran pers, Sabtu (4/1/2020).
 
Menurut dia, pendekatan ekonomi jauh lebih berani dalam bermain di wilayah sengketa karena cukup 'bersenjata' alat tangkap ikan.
 
Makbul mengatakan hal serupa telah dilakukan China di lokasi yang sama, yang juga diklaim Beijing sebagai Nine Dash Line (Sembilan Garis Putus-putus). 
 
Artinya, lanjut dia, China bukan saja melakukan pendekatan militer, tetapi juga menguatkan setiap saat pendekatan ekonominya. Bahkan, Negeri Tembok Raksasa telah mengembangkan Kepulauan Spratly untuk pariwisata.
 
Makbul berharap kegagalan Indonesia atas Sipadan dan Ligitan tidak terulang. Kedua pulau di timur laut Pulau Sebatik itu gagal dipertahankan bukan karena militer Indonesia tidak mampu melakukan ekspansi kepada Malaysia, melainkan karena pengaruh ekonomi Malaysia lebih kuat tertancap di pulau-pulau itu.
 

Beberapa waktu lalu, nelayan di Natuna memergoki kapal ikan asing menangkap ikan di Laut Natuna. Bahkan, Penjaga Pantai China kedapatan mengawal kapal ikan asing di wilayah tersebut.

Berdasarkan catatan Badan Keamanan Laut, setidaknya nelayan China masuk ke wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia pada 19 Desember, 24, dan 30 Desember 2019. 

Kementerian Luar Negeri bereaksi dengan memanggil Duta Besar China untuk Indonesia dan menyampaikan protes keras. Namun, protes itu tidak diindahkan.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Geng Shuang akhir 2019 mengatakan China memiliki hak kedaulatan dan yurisdiksi atas Kepulauan Nansha dan perairan terkait di dekatnya, termasuk di dalamnya ZEE Indonesia di perairan Natuna. 

China menyatakan memiliki hak historis di Laut China Selatan dan para nelayan China telah lama beraktivitas di perairan terkait di dekat Kepulauan Nansha.

Kemenlu awal 2020 pun menjawab pernyataan tersebut dengan menegaskan klaim historis China itu bersifat unilateral, tidak memiliki dasar hukum dan tidak pernah diakui oleh UNCLOS 1982.

"Berdasarkan UNCLOS 1982, Indonesia tidak memiliki overlapping claim dengan China sehingga berpendapat tidak relevan adanya dialog apa pun tentang delimitasi batas maritim," demikian isi keterangan resmi Kemenlu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Sri Mas Sari
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper