Bisnis.com, JAKARTA – Jumlah korban tewas dalam letusan gunung berapi Pulau Putih di Selandia Baru bertambah menjadi 18 orang hingga Minggu (15/12/2019) setelah seorang korban luka-luka tutup usia di rumah sakit.
Korban yang tidak disebutkan identitasnya itu meninggal dunia di Australia setelah sempat menjalani perawatan.
Kepolisian belum mampu menemukan dua korban lainnya, walau keduanya terakhir kali terpantau di pulau tersebut pada Senin (9/12) lalu.
Upaya pencarian di daratan pulau melibatkan delapan personel SAR dan menghabiskan waktu 75 menit. Adapun sejumlah penyelam masih dikerahkan hingga sore.
Deputi Komisaris Polisi, Mike Clement mengatakan "semua peluang" mengarah pada kemungkinan kedua jasad itu masuk ke laut.
"Para regu penyelamat frustrasi. Kami benar-benar bisa paham bagaimana frustrasinya mereka yang menginginkan jasad itu bisa ditemukan," kata Clement sebagaimana dikutip BBC.com, Minggu (15/12).
Dalam letusan gunung berapi di pulau yang juga disebut Whakaari oleh suku Maori itu, sebanyak 26 penyintas berada di rumah sakit Selandia Baru dan Australia. Dari jumlah itu, sedikitnya 18 orang dikategorikan "kritis".
Proses identifikasi para korban tengah dilakoni para pakar di Auckland, termasuk ahli patologi, dokter gigi forensik, dan petugas ahli di bidang sidik jari.
Pada Minggu (15/12), identitas empat korban diumumkan oleh polisi.
Mereka adalah pemandu wisata asal Selandia Baru, Tipene James Te Rangi Ataahua Maangi (24 tahun); remaja asal Australia, Zoe Ella Hosking (15); ayah tirinya, Gavin Brian Dallow (53); dan warga Australia, Anthony James Langford (51).
Sehari sebelumnya, Krystal Eve Browitt (21) asal Australia merupakan korban wafat pertama yang diumumkan identitasnya oleh pihak berwenang.
Tercatat 47 wisatawan dari berbagai negara berada di Pulau Putih ketika gunung itu meletus. Sebanyak 24 di antara mereka berasal dari Australia, sembilan dari Amerika Serikat, lima dari Selandia Baru, empat dari Jerman, dua dari China, dua dari Inggris dan satu orang asal Malaysia.
Para personel militer yang dikerahkan ke Pulau Putih mencakup beberapa ahli penjinakan bom. Semuanya mengenakan pakaian pelindung berwarna kuning dan masker antigas. Pakaian dan peranti itu dikenakan mengingat gunung berapi masih mengeluarkan gas beracun.