Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Keenam Susilo Bambang Yudhoyono menyoroti beberapa masalah dan tantangan ekonomi Indonesia saat ini. Salah satunya soal pengangguran dan lapangan kerja.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, Yudhoyono (SBY) mengatakan bahwa ada penurunan angka pengangguran sekitar 1 persen dalam waktu 5 tahun. Baginya, ini belum cukup. Pemerintah harus melihat struktur dan migrasi pekerjaan yang terjadi di masyarakat.
“Meskipun tercatat sebagai bekerja alias tidak menganggur, namun sekitar 28,4 juta adalah pekerja paruh waktu. Sementara, yang berkategori setengah menganggur sekitar 8,14 juta. Jumlahnya, 36,5 juta orang. Tentu ini angka yang besar,” katanya pada pidato Refleksi Pergantian Tahun di Jakarta, Rabu (11/12/2019).
SBY menjelaskan bahwa saat ini juga banyak terjadi peralihan pekerjaan dari sektor formal ke sektor informal. Keadaan seperti ini kerap diikuti menurunnya penghasilan, dan tentunya daya beli mereka.
“Itulah sebabnya Demokrat mengingatkan pemerintah agar berhati-hati dalam meningkatkan biaya yang ditanggung oleh rakyat seperti BPJS, tarif dasar listrik dan lain-lain. Perhatikan timing kapan dinaikkan dan seberapa besar angka kenaikan yang tepat. Secara moral dan sosial, tidaklah bijak membebani rakyat secara berlebihan ketika ekonomi mereka sedang susah,” jelasnya.
Satu hal yang juga patut menjadi perhatian bagi SBY adalah siapa saja yang menganggur. Data yang diperolehnya, persentase dan angka lulusan SMK, SMA, dan Perguruan Tinggi yang menganggur relatif tinggi. Keadaan seperti ini rawan secara sosial, politik dan keamanan.
“Kita belajar dari pengalaman Arab Spring di tahun 2011 dulu. Juga terjadinya gerakan protes sosial di 30 negara tahun ini. Penyebab utamanya antara lain adalah kesulitan ekonomi dan banyaknya pengangguran,” ucapnya.