Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi menemukan adanya penggunaan rekening di beberapa negara atas nama orang lain dalam kasus dugaan suap PT Garuda Indonesia.
Dalam kasus pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus S.A.D dan Rolls-Royce P.L.C kepada PT Garuda Indonesia Tbk itu juga terindikasi adanya tindak pidana pencucian uang.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan bahwa penggunaan rekening atas nama orang lain tersebut menjadi bagian dari bukti selain suap yang akan dibeberkan di persidangan kasus ini.
Hal ini menyusul dilimpahkannya ke tahap dua penuntutan untuk tersangka mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk., Emirsyah Satar dan Beneficial Owner Connaught International Pte. Ltd Soetikno Soedarjo.
"Ini kasusnya cukup kompleks bukan sekadar suap dari pihak lain, tapi ada penggunaan rekening dengan nama yang lain di beberapa negara," ujar Febri, Jumat (6/12/2019).
Lembaga antirasuah sebelumnya memang menemukan puluhan rekening lintas negara yang diduga milik tersangka Emirsyah Satar terkait suap Garuda.
Hanya saja soal kepemilikan rekening atas nama orang lain itu belum disebutkan KPK dan tidak tertutup kemungkinan akan dirinci di saat persidangan kelak.
Saat ini tim jaksa penuntut umum pada KPK tengah menyusun surat dakwaan dalam tempo 14 hari kalender sejak dilimpahkan penyidik ke penuntut umum pada Rabu 4 Desember lalu.
Setelah itu jaksa akan melimpahkan ke pengadilan untuk kemudian menjadwalkan waktu persidangan yang rencananya digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Febri tak menampik bahwa jaksa akan membeberkan skandal dugaan suap Garuda juga rekayasa penggunaan rekening atas nama orang lain yang diduga sebagai penampung uang haram.
"[Selain] suap yang diberikan melalui pihak lain ada penggunaan rekening-rekening dengan nama yang lain di beberapa negara dan ada kontrak yang sangat besar yang ditandatangani oleh pihak Indonesia, itu harus diuraikan," kata Febri.
Keterlibatan Pihak Lain
Dugaan keterlibatan pihak lain berhasil teridentifikasi penyidik menyusul aliran dana Rp100 miliar yang turut mengalir ke pejabat PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk., saat itu.
Awalnya, KPK menemukan nilai aliran dana tersebut hanya senilai Rp20 miliar. Namun, sejalan dengan proses penyidikan ditemukan angka Rp100 miliar.
"Setelah kami cek ada puluhan rekening, ketemulah totalnya kurang lebih dugaan aliran dana itu Rp100 miliar termasuk pada tersangka yang sudah ditetapkan saat ini, juga pada beberapa pejabat di PT Garuda Indonesia saat itu," tutur Febri.
Febri mengaku KPK akan mengembangkan dan mencermati perkara ini lebih lanjut sepanjang didapati bukti-bukti keterlibatan pihak lain.
"Semua yang terkait pada pembuktian perkara ini akan kami uraikan mulai dari dakwaan," katanya.
Emirsyah dan Soetikno sebelumnya diumumkan sebagai tersangka pada medio 2017 silam. Butuh waktu dua tahun bagi penyidik untuk melakukan penahanan dan menuntaskan penyidikan terhadap keduanya.
Dalam perkembangannya, KPK juga memiliki pekerjaan lain untuk menuntaskan penyidikan mantan Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada Garuda Indonesia Hadinoto Soedigno. Hadinoto, yang juga menjadi tersangka, belum ditahan KPK.
Dalam perkara ini, Emirsyah diduga menerima suap 1,2 juta euro dan US$180.000 atau senilai total Rp20 miliar serta dalam bentuk barang senilai US$2 juta yang tersebar di Singapura dan Indonesia. Dana itu berasal dari perusahaan manufaktur asal Inggris, Rolls-Royce.
Suap berkaitan dengan pembelian 50 mesin pesawat Airbus SAS selama periode 2005—2014 pada PT Garuda Indonesia, yang diduga diterima dari pendiri PT Mugi Rekso Abadi sekaligus beneficial owner Connaught International Pte. Soetikno Soedarjo, selaku perantara suap.
Dalam perkembangannya, KPK mengidentifikasi dugaan suap lainnya terkait pembelian pesawat Airbus, Avions de Transport Regional (ATR) dan pesawat Bombardier.
KPK sebelumnya menemukan fakta signifikan bahwa aliran dana yang diberikan tidak hanya berasal dari perusahaan Rolls-Royce, melainkan dari pihak pabrikan lain yang mendapatkan proyek di PT Garuda Indonesia.
Emirsyah Satar saat menjabat direktur utama Garuda melakukan beberapa kontrak pembelian dengan empat pabrikan pesawat pada 2008 - 2013 dengan nilai miliaran dolar Amerika Serikat.
Kontrak itu yakni pembelian mesin Trent seri 700 dan perawatan mesin (Total Care Program) dengan Rolls-Royce, kontrak pembelian pesawat Airbus A330 dan Airbus A320 dengan perusahaan Airbus S.A.S, dan kontrak pembelian pesawat ATR 72-600 dengan perusahaan Avions de Transport Regional (ATR).
Selain itu, kontrak pembelian pesawat Bombardier CRJ 1000 dengan perusahaan Bombardier Aerospace Commercial Aircraft.
Selaku konsultan bisnis atau komersial dari Rolls-Royce, Airbus dan ATR, Soetikno diduga telah menerima komisi dari tiga pabrikan tersebut.
Soetikno juga diduga menerima komisi dari perusahaan Hong Kong bernama Hollingsworth Management Limited International Ltd (HMI) yang menjadi Sales Representative dari Bombardier.
Pembayaran komisi tersebut diduga terkait dengan keberhasilan Soetikno membantu tercapainya kontrak antara PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk., dan empat pabrikan tersebut.
Soetikno selanjutnya memberikan sebagian dari komisi tersebut kepada Emirsyah Satar serta pada mantan Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada Garuda Hadinoto sebagai hadiah atas dimenangkannya kontrak oleh empat pabrikan.
Soetikno diduga memberi Emirsyah Satar senilai Rp5,79 miliar untuk pembayaran rumah di Pondok Indah, US$680.000 dan 1,02 juta euro yang dikirim ke rekening perusahaan milik Emirsyah Satar di Singapura, dan Sin$1,2 juta untuk pelunasan apartemen milik Emirsyah Satar di Singapura.
Sementara untuk Hadinoto, Soetikno diduga memberi US$2,3 juta dan 477.000 euro yang dikirim ke rekening Hadinoto di Singapura.
Adapun rumah, apartemen dan rekening tersebut sejauh ini sudah disita KPK atas bantuan komisi antikorupsi Singapura, Corrupt Practices Investigation Bureau, dan Serious Fraud Office asal Inggris.