Ada Celah di Bagian Survei
Sekretaris Jenderal Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Erwin Taufan mengatakan, kebocoran impor sampah plastik yang dimasukkan bersama dengan limbah kertas salah satunya disebabkan oleh lemahnya pengawasan proses survei oleh surveyor.
“Sebelum barang itu masuk ke Indonesia, pasti sudah diperiksa lebih dulu oleh surveyor yang output-nya berbentuk laporan surveyor (LS). Apalagi, impor komoditas itu merupakan impor yang dibatasi. Lalu, ketika ada barang ilegal masuk bersama dengan barang yang legal, berarti ada yang salah dengan proses surveinya,” jelasnya.
Dia melihat, terdapat celah yang dimanfaatkan oleh lembaga survei di luar negeri yang bekerja sama dengan surveyor asal Indonesia, untuk memeriksa dan menerbitkan dokumen LS.
Dia menduga, ada peluang surveyor di luar negeri sengaja meloloskan produk sampah plastik yang disertakan dengan produk kertas bekas.
Menurutnya, dengan lengkapnya dokumen LS dari surveyor yang menyatakan produk importasi tidak menyertakan produk lain yang berbahaya, importir dapat memasukkan komoditas yang diimpornya melalui jalur hijau.
Untuk itu, dia mendesak agar dilakukan pengetatan ketentuan mengenai pemeriksaan oleh surveyor dalam proses importasi, terutama produk larangan terbatas (lartas).
Dia berharap, ketentuan itu masuk dalam Revisi Permendag No.31/2016 tentang Ketentuan Impor Limbah Non-Bahan Berbahaya dan Beracun, yang sedang dibahas pemerintah saat ini.
Di sisi lain, dia juga meminta adanya pengetatan pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Pasalnya, selama ini komoditas ilegal sering kali diselundupkan bersamaan dengan produk impor yang dibutuhkan oleh industri dalam negeri.
“Kasus impor sampah plastik yang bersamaan dengan kertas bekas, itu terjadi karena produk tersebut diimpor dalam bentuk bal-balan. Di lapisan luarnya memang kertas bekas, tetapi di dalamnya ada sampah plastik. Dengan demikian, DJBC harus memperhatikan perkembangan praktek importasi ilegal seperti ini,” lanjutnya.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) Liana Bratasida mengatakan, dia mendukung adanya revisi ketentuan mengenai pengawasan surveyor dalam melakukan survei.
Pasalnya, selama ini anggotanya tidak ada yang sengaja menyalahgunakan izin impor kertas bekas untuk mendatangkan sampah plastik.
“Memang campuran dari produk waste lain selain kertas sulit dihindarkan, karena pengumpulannya di negara asal, berasal dari berbagai lokasi dan tidak menutup kemungkinan tercampur produk lain,” ujarnya.
Dia pun mengakui anggotanya siap diberikan sanksi apabila terbukti melakukan pelanggaran dalam proses importasi.
Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan Karyanto Suprih mengakui evaluasi terhadap ketentuan survei oleh surveyor dalam proses importasi limbah B3 menjadi fokus pembahasan pemerintah.
Dia pun menjanjikan pembahasan mengenai revisi Permendag No.31/2016 tentang Ketentuan Impor Limbah Non-Bahan Berbahaya dan Beracun akan diselesaikan pada tahun ini.
Ketika dimintai konfirmasi mengenai ketentuan tersebut, Direktur Utama PT Surveyor Indonesia (Persero) Dian M. Noer menyatakan bahwa impor limbah harus mendapatkan persetujuan dari kementerian terkait.
Pihaknya menegaskan bahwa peran SI adalah melakukan pemeriksaan dan pengawasan, dan ini sudah sesuai prosedur yang ditetapkan kementerian.
Menanggapi permasalahan limbah akhir-akhir ini, katanya, Kementerian Perdagangan telah mengeluarkan peraturan terbaru terkait importasi limbah. “Ini akan menjadi acuan terbaru bagi surveyor untuk melaksanakan pemeriksaan dan pengawasan di lapangan,” ujarnya.