Bisnis.com, JAKARTA--Juru Bicara Tim Pemenangan Bambang Soesatyo yang juga merupakan Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Viktus Murin, menegaskan kader Partai Golkar di berbagai daerah tak akan tinggal diam melawan ‘Politik Suka-Suka’ dan ‘Akal-Akalan’ rezim Airlangga Hartarto.
Dia menilai politik rezim tersebut menunjukkan telah terjadi manipulasi substansi AD/ART Partai Golkar, peraturan organisasi, dan konsensus berorganisasi yang berlaku hanya demi melanggengkan ambisi pribadi Airlangga.
“Rapat Pleno DPP Partai Golkar pada Rabu, 27 Nobember 2019, yang dipimpin Airlangga Hartarto dengan agenda penjelasan materi Munas, diwarnai akal-akalan yang berakibat tidak disahkannya materi Munas. Pengurus Pleno DPP merasa dijebak untuk menyetujui keputusan yang dirancang Panitia Pengarah (SC) dan Panitia Pelaksana (OC) terhadap materi rapat yang penuh akal-akalan,” ujar Viktus Murin kepada wartawan, Jumat (29/11/19).
Dia menambahkan bahwa draft materi Munas tidak diberikan kepada peserta rapat pleno, sehingga penjelasan materi tak ubahnya seperti mendongeng, ujar Viktus Murin menjelaskan.
Menurutnya, Airlangga Hartarto selaku pimpinan rapat pleno juga tidak mampu menjawab satu pun pertanyaan dan interupsi dari hampir semua penanya. Termasuk pertanyaan mengenai penggunaan keuangan partai, baik yang berasal dari APBN maupun sumber lainnya. Akibatnya, rapat pleno terkesan sebagai rapat yang tidak serius, yang materi rapatnya bersifat akal-akalan, rapat yang tidak sehat dan penuh intrik, katanya.
“Terkesan kuat, rapat pleno dilakukan hanya untuk menggiring keputusan yang tidak dimengerti oleh Pengurus Pleno DPP, sebab telah diputuskan secara sepihak oleh kubu Airlangga yang mendominasi komposisi kepanitiaan Munas. Termasuk dalam pembahasan dan penetapan materi Munas, Tata Cara Pemilihan Pimpinan Partai sebagaimana konsensus yang berlangsung menjelang pelaksanaan Munas,” kata Viktus.
Lebih lanjut Viktus menerangkan, Panitia Pengarah (SC) telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Anggaran Dasar pasal 12, dengan menafsirkan secara sembarangan substansi pasal 12 sebagaimana telah diatur dalam Bab V tentang Struktur dan Kepengurusan.
Apabila tafsir yang sembarangan itu tetap digunakan dalam pemilihan ketua umum pada forum Munas, maka hal tersebut dikategorikan sebagai tindakan dan atau perbuatan yang tidak bertanggungjawab secara hukum.
“Sesungguhnya ketentuan yang mengatur tentang Pemilihan Ketua Umum tertera pada Bab XIV pasal 50 Anggaran Dasar. Bahwa tindakan Panitia Pengarah ini telah melampaui kewenangan yang diberikan Anggaran Dasar, sehingga patut disebut sebagai perbuatan melawan hukum. Atas pelanggaran ini kami akan melakukan perlawanan hukum terhadap kubu Airlangga,” tegas Viktus.
Dia juga menambahkan bahwa mencermati secara seksama kondisi Partai Golkar yang sudah semakin berantakan, akibat berbagai bentuk pelanggaran AD/ART dan prinsip-prinsip tata kelola organisasi, maka tak heran jika pengurus DPD I dan DPD II Partai Golkar, Organisasi Sayap, dan Hasta Karya, serta semua pemangku kepentingan Partai Golkar berusaha melakukan penyelamatan.
Caranya dengan tidak memilih Airlangga Hartarto sebagai Ketua Umum dalam Munas X Partai Golkar pada 3-6 Desember 2019 mendatang.
“Partai Golkar tak boleh tenggelam lebih dalam. Harus segera diselamatkan. Jika tidak, Partai Golkar hanya akan menjadi bayang-bayang, anak cucu dan generasi mendatang hanya akan mendengar nama Partai Golkar dalam buku sejarah. Penyelamatan partai menjadi hal yang tak bisa ditawar,” pungkas Viktus.