Kabar24.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi mengajukan memori kasasi ke Mahkamah Agung (MA) atas vonis bebas mantan Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara Sofyan Basir di pengadilan tingkat pertama.
Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan bahwa memori kasasi telah diserahkan pada Kamis (28/11/2019) siang pada panitera pengadilan disertai dua bukti tambahan.
Bukti tersebut berupa 12 keping CD rekaman sidang dan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Sofyan dalam penyidikan dengan tersangka mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih pada 20 Juli 2018 yang sempat ditariknya.
Febri mengatakan pihaknya tetap menghormati putusan pengadilan tingkat pertama. Hanya saja, upaya kasasi dilakukan lantaran pihaknya memandang bahwa putusan tersebut bukanlah putusan bebas murni.
"Kami melihat, majelis hakim sendiri mengakui dalam pertimbangannya bahwa terdakwa Sofyan Basir telah terbukti melakukan perbuatan memberikan kesempatan, sarana dan keterangan untuk mempercepat proses kesepakatan PLTU MT Riau-1," kata dia dalam keterangan tertulis, Kamis (28/11/2019).
Namun, kata dia, majelis hakim menilai Sofyan Basir tidak mengetahui akan adanya penerimaan suap oleh Eni Saragih dari pengusaha Johannes B. Kotjo sehingga Sofyan dinilai tidak terbukti melakukan tindak pidana pembantuan.
"Sehingga, semestinya jika majelis hakim berpendapat seperti itu, seharusnya putusan yang dihasilkan adalah putusan lepas (ontslag)," tutur Febri.
Dari hasil analisis, KPK juga menurutnya menemukan sejumlah bukti dan fakta yang belum dipertimbangkan majelis hakim pengadilan tipikor.
Adapun dalam memori kasasi ini ada beberapa fakta yang menguatkan pendapat jaksa penuntut umum pada KPK terkait keterlibatan Sofyan Basir di kasus tersebut.
Pertama, perihal keterangan Eni Saragih bahwa dia pernah menyampaikan pada Sofyan jika dirinya ditugaskan oleh mantan Ketua Umum Golkar Setya Novanto untuk mengawal proyek yang diinginkan Johannes Kotjo untuk kepentingan pengumpulan dana partai.
Adapun proyek PLTU Riau-1 rencananya akan digarap oleh PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PJBI) dan Blackgold Natural Resources (BNR) Ltd serta China Huadian Engineering Company Limited (CHEC) Ltd. yang dibawa Kotjo.
Kemudian, lanjut Febri, Eni juga meminta Sofyan bertemu Setya Novanto sehingga terjadi pertemuan dan ada pembicaraan agar proyek PLTU sebesar 35.000 megawatt di Jawa itu dikerjakan oleh Johannes Kotjo.
Selain itu, Febri mengatakan bahwa Eni juga menyampaikan pesan dari Sofyan Basir yang berpesan agar Johannes Kotjo tak luput memperhatikan 'anak-anak' Sofyan Basir di PT PLN.
Sementara terkait BAP Sofyan atas kesaksian untuk tersangka Eni yang kemudian ditariknya, KPK memandang bahwa hal itu tidak didasarkan alasan yang cukup logis.
"Terdakwa tidak dapat menyampaikan alasan penarikan keterangan yang logis dan pantas."
Bukti lain yang menjadi dalil KPK di memori kasasi adalah menguraikan bahwa dalam membuktikan pembantuan sesuai Pasal 56 ke-2 terdakwa tidak harus ikut menerima fee. Justru, lanjut Febri, jika seorang terdakwa menerima fee maka dapat juga diproses karena telah melakukan penyertaan bukan hanya sekedar pembantuan.
"Sehingga, KPK meyakini seharusnya perbuatan pembantuan melakukan suap tersebut terpenuhi," kata Febri.
Dia mengatakan dengan upaya kasasi ini pihaknya berharap sejumlah fakta-fakta dan bukti yang sudah muncul di persidangan dapat dipertimbangkan secara substansial dan majelis hakim agung dapat menggali kebenaran materil dari perkara ini.
Sofyan Basir sebelumnya diputus bebas oleh majelis hakim tipikor Jakarta Pusat terkait dugaan korupsi proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU MT) Riau-1 pada Senin (4/11/2019) lalu.
Dia dinyatakan tidak terbukti melanggar Pasal 12 huruf a juncto Pasal 15 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 56 ke-2 KUHP dan Pasal 11 juncto Pasal 56 ke-2 KUHP.
Putusan hakim ini menggugurkan tuntutan jaksa KPK yang sebelumnya menuntut Sofyan 5 tahun penjara, denda Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan.