Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Dalam Negeri menyampaikan tanggapan atas survei yang diselenggarakan IPO. Survei tentang kabinet Indonesia Maju itu di antaranya menempatkan Tito Karnavian dalam daftar nama yang kurang pas menjadi menteri,
Kemendagri melalui Kepala Pusat Penerangan Kapuspen Bahtiar merespons isi survei Indonesia Political Opinion (IPO) yang dianggap tak mewakili keseluruhan masyarakat.
Kendati begitu, Bahtiar menghargai survei yang dilakukan IPO terhadap respons publik atas susunan Kabinet Indonesia Maju.
"Kita hargai survei, survei itu isinya persepsi, yang diukur adalah orang-orang tertentu saja, bisa jadi yang ditanya adalah orang yang tak memahami ketatanegaraan atau yang tak memahami manajemen pemerintahan," kata Bahtiar di Jakarta, Minggu (24/11/2019).
Bahtiar menambahkan responden survei yang dilakukan IPO belum tentu representasi dari masyarakat Indonesia secara keseluruhan.
Menurut Bahtiar, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tentu memilih seseorang tak sembarangan. Pasti pemilihan menteri didasari penelitian yang mendalam dan menempatkan sesuai kebutuhan, tantangan lingkungan, dan tujuan ke depan.
Baca Juga
Indonesia Political Opinion (IPO) sejak 30 Oktober hingga 2 November 2019 telah melakukan survei untuk melihat respons publik atas susunan Kabinet Indonesia Maju.
Survei tersebut melibatkan 800 responden untuk mendapatkan pertanyaan soal kecocokan antara tokoh dengan kursi menteri yang didudukinya.
Hasil yang diperoleh dari survei yang dilakukan Indonesia Political Opinion (IPO) sejak 30 Oktober hingga 2 November 2019 menunjukkan Tito Karnavian menduduki posisi tiga terbawah sebagai orang yang dianggap kurang pas menduduki posisi Mendagri.
Survei melibatkan 800 responden untuk mendapatkan pertanyaan soal kecocokan antara tokoh dengan kursi menteri yang didudukinya.
Dengan metode purposive sampling dalam penarikan sampel, Bahtiar menilai hasil survei tak representatif dan tidak mewakili keseluruhan masyarakat Indonesia.
Tak hanya itu, pelaksana tugas Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum itu menganggap sampel survei yang tidak dicantumkan dalam penelitian tersebut memiliki latar belakang tertentu yang dianggap tidak memahami betul manajemen pemerintahan.
Menurut Bahtiar, jika survei objektif, seharusnya yang dinilai adalah kinerja Tito yang baru dua bulan di Kemendagri. Tito. ujarnya, langsung membuat terobosan luar biasa dalam membangun sinergi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah termasuk Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), yaitu acara Rakornas di Sentul.
"Semua pihak memuji suksesnya acara tersebut, dan dampaknya pada perubahan hubungan-hubungan dan tata kelola pemerintahan pusat dan daerah," kata Bahtiar.
Bahtiar menjelaskan Tito Karnavian bukan saja mantan polisi profesional tapi juga mantan Kepala Kepolisian Republik Indonesia yang sudah terbiasa mengelola keamanan dan ketertiban nasional di dalam negeri.
Tito juga pernah menjadi Kepala Kepolisian Daerah Papua sejak 21 September 2012 hingga 16 Juli 2014. Di sana ia berinteraksi, bersinergi langsung dengan Pemerintah Daerah.
Selain itu, Tito juga seorang ilmuwan bergelar profesor dan Doktor (PhD) yang memiliki pemahaman konseptual tentang apa, dan bagaimana mengelola negara. Bahkan, lanjut Bahtiar, Tito memiliki wawasan tentang apa dan bagaimana interaksi antarnegara dan masyarakat dunia.
"Aspek Pemerintahan dalam negeri dibina Kemendagri hanya aspek kecil bagian dari tata kelola negara. Wawasan Pak Tito adalah wawasan internasional dan sekaligus memahami secara spesifik budaya lokal, memahami sistem politik pemerintahan dan memahami sistem pemerintahan daerah hingga hal-hal detil di lapangan, termasuk cara mengatasinya," kata Bahtiar.
Terpilihnya Mendagri Tito Karnavian dijadikan peluang bagi Kemendagri untuk melakukan reformasi tata kelola penyelenggaraan pemerintahan dalam negeri, mengubah perilaku birokrasi pemerintahan dalam negeri, menata sistem politik dalam negeri yang kompatibel dengan akar budaya bangsa, serta mampu mempercepat pelayanan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Juga, lanjut Bahtiar, bagaimana menggerakkan Pemerintah Daerah secara cepat, memperbaiki sistem pelayanan Investasi, peningkatan kualitas SDM, dan mempercepat lapangan kerja.