Kabar24.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menelusuri keterlibatan pihak lain di kasus dugaan korupsi pengadaan ruang terbuka hijau di Pemerintah Kota Bandung pada 2012.
Hal tersebut menyusul ditetapkannya satu tersangka baru yakni Dadang Suganda selaku makelar tanah di kasus ini. Dia diduga memperoleh keuntungan sebesar Rp30 miliar.
"KPK akan mengejar aliran dana lain yang diduga dinikmati oleh sejumlah pihak dalam perkara ini untuk memaksimalkan asset recovery," ujar Juru bicara KPK Febri Diansyah dalam konferensi pers, Kamis (21/11/2019).
Febri mengingatkan agar pihak lain yang menerima aliran dana dapat bersikap kooperatif dan mengembalikan uang yang diterima ke KPK. Dalam proses penanganan perkara ini, lanjut Febri, KPK juga telah menerima pengembalian uang dan aset sejumlah Rp8 miliar.
Sejalan dengan itu, penyidik telah memeriksa 20 orang saksi untuk tersangka Dadang Suganda yang dilakukan sejak 16 Oktober 2019. Hari ini, pemeriksaan pun dilakukan di Polrestabes Bandung.
Penyidik juga menggeledah rumah tersangka Dadang Suganda di Jalan AH. Nasution, Kelurahan Pasir Endah, Kecamatan Ujung Berung, Bandung pada Rabu (20/11/2019).
"Dari lokasi disita dokumen-dokumen terkait RTH dan bukti kepemilikan aset aset yang diduga terkait dengan perkara," kata Febri.
Penyidik juga telah dilakukan penggeledahan di rumah tersangka anggota DPRD Kota Bandung periode 2009–2014 Tomtom Dabbul Qomar di Jalan Cigadung Valley Residence, Cibeunying Kaler, Kota Bandung.
Penetapan tersangka baru Dadang Suganda berdasarkan pengembangan kasus tersebut yang sebelumnya telah menjerat tiga orang tersangka.
Mereka adalah mantan Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Pemkot Kota Bandung Herry Nurhayat serta mantan anggota DPRD Kota Bandung Tomtom Dabbul Qomar dan Kadar Slamet.
Dalam perkara ini, Dadang diduga diperkaya senilai Rp30 miliar di kasus tersebut yang bertindak sebagai makelar pembelian tanah. Hanya saja, Febri tidak merinci secara jelas identitas tersangka baru tersebut.
Mulanya, Pemkot Bandung di tahun 2012 mengusulkan pengadaan tanah RTH 2012 sebesar Rp15 miliar untuk 10.000 meter persegi.
Setelah rapat pembahasan dengan Badan Anggaran DPRD Kota Bandung, diduga ada anggota DPRD meminta penambahan anggaran dengan alasan adanya penambahan lokasi untuk Pengadaan RTH.
Adapun besar penambahan anggaran dari yang semula Rp15 miliar menjadi Rp57 miliar untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD Murni) tahun 2012.
KPK menduga penambahan anggaran itu dilakukan karena lokasi lahan yang akan dibebaskan adalah lokasi yang sudah disiapkan dan terlebih dahulu dibeli dari warga sebagai pemilik tanah.
"Upaya ini diduga dilakukan supaya beberapa pihak memperoleh keuntungan," tutur Febri.
Pada September 2012, lanjut Febri, diajukan kembali penambahan anggaran dari Rp57 miliar menjadi Rp123,93 miliar. Namun, total anggaran yang telah direalisasikan adalah Rp115,22 miliar di 7 kecamatan yang terdiri dari 210 bidang tanah.
Dalam proses pengadaan tanah ini, nyatanya Pemkot Bandung tidak membeli langsung dari pemilik tanah, melainkan diduga menggunakan makelar, yaitu Kadar Slamet dan Dadang Suganda.
Dadang memanfaatkan kedekatannya dengan Sekretaris Daerah Kota Bandung saat itu, Edi Siswadi yang telah divonis bersalah di kasus perkara suap terhadap seorang hakim terkait penanganan perkara korupsi bantuan sosial di Pemkot Bandung.
Edi Siswadi pun memerintahkan tersangka Herry Nurhayat untuk membantu Dadang dalam proses pengadaan tanah tersebut yang kemudian ditindaklanjuti Dadang dengan melakukan pembelian tanah pada sejumlah pemilik tanah atau ahli waris di Bandung dengan nilai lebih rendah dari NJOP setempat.
"Setelah tanah tersedia, Pemkot Bandung membayarkan Rp43,65 miliar pada DGS, namun DGS hanya memberikan Rp13,5 miliar pada pemilik tanah sehingga diduga DGS diperkaya sekitar Rp30 miliar," kata Febri.
KPK juga menyebut sebagian dari uang tersebut yaitu sekitar Rp10 miliar diberikan pada Edi Siswadi yang akhirnya digunakan untuk menyuap hakim dalam perkara Bansos di Pengadilan Negeri Kota Bandung.
Atas perbuatannya, Dadang disangkakan melanggar Pasal Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.