Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pebisnis Inggris Hadapi Pilihan Sulit Jelang Pemilu

Pemilihan ini dilakukan setelah Brexit gagal terealisasi pada 31 Oktober dan Perdana Menteri Boris Johnson gagal meyakinkan parlemen untuk meratifikasi kesepakatannya.
Ilustrasi brexit/Reuters
Ilustrasi brexit/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA - Inggris akan melaksanakan pemilu ketiganya dalam kurun 4 setengah tahun pada 12 Desember.

Pemilihan ini dilakukan setelah Brexit gagal terealisasi pada 31 Oktober dan Perdana Menteri Boris Johnson gagal meyakinkan parlemen untuk meratifikasi kesepakatannya.

Para pebisnis mengeluhkan bahwa 3 tahun kelumpuhan politik, atau sejak referendum Brexit pada 2016, telah menghambat investasi di negara tersebut.

Terperangkap di antara Brexit yang tidak mereka inginkan dan pengaruh sosialis yang mereka khawatirkan, para eksekutif bisnis tidak terkesan setelah para kandidat terkemuka dalam pemilihan umum Inggris yang akan datang mencoba untuk mendapatkan dukungan mereka.

Ketika alternatifnya adalah pemerintahan yang dipimpin Corbyn, Johnson mungkin tidak perlu berusaha terlalu keras membujuk pebisnis untuk merangkul Tories.

Pidato Johnson dan pemimpin oposisi Partai Buruh Jeremy Corbyn gagal meyakinkan para peserta konferensi Konfederasi Industri Inggris (CBI) di London.

"Mereka seharusnya tertunduk malu setelah membiarkan omong kosong ini terjadi selama 3 tahun terakhir. Dalam dunia bisnis, mereka tidak akan bertahan lama," kata Phil Smith, ketua non-eksekutif IQE Plc, pembuat produk semi-konduktor, dikutip melalui Bloomberg, Selasa (19/11/2019).

Pada pidatonya, perdana menteri kembali menyampaikan rencana untuk memotong pajak perusahaan dari 19% menjadi 17% pada 2020.

Dia mengatakan pemerintah dapat menghemat uang dan membelanjakan lebih banyak pada program prioritas pemilih seperti pelayanan kesehatan nasional (National Health Service/NHS).

Sementara itu, Corbyn mengonfirmasi dalam wawancara televisi Bloomberg bahwa Partai Buruh akan mengubah status perkeretaapian, perusahaan air, jaringan listrik dan Royal Mail Plc menjadi usaha milik negara.

Tak satu pun dari 16 pemimpin bisnis yang diwawancarai Bloomberg News di konferensi itu yang mendukung satu calon, tetapi ketika diminta untuk memilih, beberapa memberikan pandangan yang jelas.

Nicola Stopps, CEO Simply Sustainable, mengatakan dia berencana untuk mendukung Tories dalam pemilihan meskipun dia memilih Inggris untuk tetap di Uni Eropa, karena Johnson telah berjanji untuk menarik Inggris keluar secepat mungkin.

Ketidakpastian Brexit secara signifikan mempengaruhi bisnisnya dan kondisi itu mungkin akan menyeret perusahaan ke arah kebangkrutan.

Richard Clarke, Direktur Komersial O'Donovan Waste Disposals, sebuah perusahaan limbah konstruksi dan pembongkaran yang berbasis di London dengan 200 karyawan, menggemakan pandangan Stopps.

Clarke mengatakan bahwa Konservatif lebih pro-bisnis dan dia tidak setuju dengan kebijakan Partai Buruh untuk mengadakan referendum Brexit lain.

"Corbyn jelas adalah pilihan yang lebih buruk dan kita perlu meredakan divisi sosial soal Brexit," katanya.

Demokrat Liberal yang pro-Uni Eropa kesulitan untuk mendapatkan dukungan pada konferensi itu, meskipun banyak eksekutif bersimpati dengan misi partai.

Mengenai Brexit, Ketua CBI Carolyn Fairbairn menegaskan kembali kekhawatirannya bahwa tidak ada cukup waktu bagi Inggris untuk menegosiasikan kesepakatan perdagangan baru dengan Uni Eropa sebelum periode transisi berakhir pada akhir 2020.

Dia meminta Johnson untuk memperpanjang periode transisi agar Inggris terhindar dari perjanjian perdagangan paksa dengan blok tersebut dan merusak ketentuan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Johnson menolak permohonannya.

"Anda tidak dapat melakukan kesepakatan perdagangan apa pun dalam periode itu [transisi]. Tidak ada cukup waktu," kata Ian Wright, Ketua Federasi Makanan dan Minuman, menggemakan pandangan Fairbairn.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Nirmala Aninda
Editor : Achmad Aris

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper