Bisnis.com, JAKARTA - Sebenarnya hasil pemilihan umum pada 20 Oktober lalu di Bolivia tidaklah mengejutkan.
Bagaimana tidak, tiga belas tahun keberhasilan pembangunan bidang sosial dan ekonomi di salah satu negara termiskin di Amerika Latin itu harus diakui dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Di bawah kepemimpin Presiden Evo Morales, pemerintah telah mengurangi kemiskinan ekstrem hingga 60 persen.
Pada saat yang sama, Morales juga berhasil mempertahankan pertumbuhan PDB per kapita dua kali lipat di atas rata-rata negara Amerika Latin lainnya. Karena alasan itulah menjadikan presiden petahana Evo Morales sebenarnya berada di jajaran terdepan calon presiden Bolivia untuk pemilu tersebut.
Jajak pendapat pun jelas meramalkan kemenangan Morales dan banyak dari mereka memperkirakan kemenangan Morales tanpa perlu pemilu tahap kedua. Agar itu terjadi, dia membutuhkan 40 persen suara dengan setidaknya memimpin 10 persen di atas saingan terdekatnya.
Gulilami Long, analis kebijakan publik dari Center for Economic and Policy Research (CEPR) mengatakan bahwa hasil resmi pemilu telah mengkonfirmasi prediksi tersebut. Morales memperoleh 47,07 persen suara, sedangkan Carlos Mesa sang pesaing meraih 36,51 persen.
Mesa sendiri merupakan mantan pejabat presiden sementara setelah penggulingan Presiden Gonzalo Sanchez de Lozada pada 2003.
Secara signifikan, ujar Long, Gerakan Menuju Sosialisme (MAS), partai politik Morales, juga memenangkan mayoritas dalam majelis legislatif. MAS meraih 68 kursi dari 130 kursi di Majelis Rendah, dan 21 dari 36 kursi di Senat.