Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memeriksa anggota DPRD Sumatra Utara dari Partai Golkar, Akbar Himawan Buchari, Kamis (14/11/2019).
Dia diperiksa sebagai saksi terkait dengan dugaan suap proyek dan jabatan pada Pemerintah Kota Medan pada 2019 yang menjerat Wali Kota Medan nonaktif Tengku Dzulmi Eldin.
Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan bahwa pemeriksaan Akbar kali ini dengan kapasitasnya selaku swasta. Penyidik mendalami beberapa hal kepadanya.
Menurut Febri, penyidik menggali soal pengetahuan Akbar terkait proyek-proyek di Kota Medan. Pria muda itu memang berlatar belakang sebagai pengusaha.
"[Penyidik juga mendalami ] komunikasi yang dilakukan saksi dengan Wali Kota Medan [Tengku Dzulmi Eldin] sebelumnya," tutur Febri, Kamis.
Febri tak merinci lebih jauh terkait materi penyidikan terhadap Akbar Himawan yang hari ini bersaksi untuk tersangka Kepala Dinas PUPR Kota Medan, Isa Ansyari.
Adapun Akbar merupakan salah satu pihak yang sudah dicegah ke luar negeri selama enam bulan ke depan terhitung sejak 5 November 2019 lalu.
Menurut Febri, pelarangan ke luar negeri tersebut dilakukan terkait kebutuhan penyidikan kasus ini agar sewaktu-waktu Akbar dipanggil KPK sebagai saksi sedang tidak berada di luar negeri.
Pemeriksaan Akbar hari ini merupakan jadwal ulang lantaran pada Kamis 31 September lalu tak memenuhi panggilan KPK dengan alasan berobat ke Malaysia.
Dalam proses penyidikan kasus ini, petugas KPK juga turut menggeledah kediaman Akbar di Medan, Sumatra Utara, pada akhir Oktober. Hanya saja, KPK belum memberi informasi terkait ada tidaknya barang sitaan.
Selain Akbar, penyidik juga rampung memeriksa pihak swasta I Ketut Yuda untuk tersangka yang sama. Namun, Febri tak merinci hal apa yang digali terhadap saksi tersebut.
Sementara itu, saksi lain Kepala Bagian Perlengkapan dan Layanan Pengadaan Setda Kota Medan, Syarifuddin Dongoran serta pihak swasta yaitu Muhammad Khairul tak hadir ke KPK.
Febri mengatakan bahwa Syarifuddin tidak memberi informasi terkait kehadirannya ke KPK, sedangkan M. Khairul dalam informasi yang diperoleh KPK menyatakan bahwa surat panggilan sebagai saksi belum diterima.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan Wali Kota Medan Tengku Dzulmi Eldin dan dua orang lainnya sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait dengan proyek dan jabatan di lingkungan Pemkot Medan pada 2019.
Dua tersangka lainnya yakni, Kepala Dinas PUPR Kota Medan, Isa Ansyari dan Kepala Bagian Protokoler Kota Medan, Syamsul Fitri Siregar.
Penetapan Dzulmi sebagai tersangka menyusul operasi tangkap tangan KPK yang digelar di Medan pada Selasa hingga Rabu (15-16/10) dan menjaring tujuh orang.
Dzulmi diduga menerima setoran dari kepala dinas Pemkot Medan yang disinyalir untuk menutupi biaya perjalanan dinasnya ke Jepang lantaran diikuti juga oleh keluarganya.
Selain itu, atas pengangkatan seseorang bernama Isa Ansyari menjadi Kepala Dinas PUPR Pemkot Medan.
Dzulmi Eldin diduga menerima sejumlah pemberian uang dari Isa sebesar Rp20 juta setiap bulan pada periode Maret-Juni 2019. Penerimaan juga kembali terjadi bertahap masing-masing senilai Rp50 juta, Rp200 juta dan Rp200 juta.
Atas perbuatannya, Dzulmi Eldin dan Syamsul Siregar disangkakan KPK melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Adapun Isya Ansyari disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.