Bisnis.com, JAKARTA - Mantan anggota DPR dari Golkar Markus Nari mempertanyakan soal penerimaan uang US$400 ribu atau setara Rp4 miliar dari proyek pengadaan KTP Elektronik.
Markus berdalih bahwa ada fakta persidangan yang dikesampingkan majelis hakim tindak pidana korupsi dalam memutusnya bersalah dengan vonis enam tahun penjara.
Salah satu kejanggalannya adalah soal bentuk mata uang yang disebutkan dalam persidangan dengan saksi mantan Dirjen Dukcapil Kemendagri Sugiharto. Markus menyebut mata uang itu berbentuk dolar Singapura seperti yang berkali-kali disebutkan oleh Sugiharto dalam kesaksiannya.
"Itu saya pertanyakan, dan jawabnya begitu. Nyatanya dalam putusan yang disampaikan, kok jadi US dolar Amerika? Ini sesuatu yang tanda tanya bagi kami. Sementara kami tidak pernah menerima," kata Markus usai menjalani sidang pembacaan putusan, Senin (11/11/2019).
Menurut Markus, hal itu menjadi sebuah fakta persidangan yang dikesampingkan hakim dan bahkan tidak dipertimbangkan. Selain itu, dia juga bersikukuh tak melakukan perintangan penyidikan kasus KTP-el terhadap mantan anggota DPR Miryam S. Haryani.
"Jelas-jelas yang bersangkutan Miryam menyatakan bahwa saya tidak pernah menghalang-halangi dan rupanya apa yang dituduhkan pada saya tidak ada dalam fakta persidangan," ujar dia.
Baca Juga
Markus mengaku masih memiliki waktu satu pekan untuk pikir-pikir apakah akan melakukan upaya hukum lanjutan atau tidak.
Selain vonis 6 tahun, denda Rp300 juta subsider tiga bulan kurungan, Markus juga diharuskan membayar uang pengganti sebesar US$400.000 dengan ketentuan apabila tidak dalam waktu satu bulan sesuda putusan tetap maka harta bendanya akan disita dan dilelang.
Tak hanya itu, hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik selama 5 tahun terhitung sejak terpidana selesai menjalani masa hukuman pokok.
Kemudian, hakim juga memerintahkan agar barang bukti 7513 sampai dengan 7515 dirampas untuk negara. Adapun barang bukti itu adalah mobil Range Rover 5.0L 4x4 warna hitam tahun 2010.
Hakim meyakini Markus bersalah melanggar Pasal 3 UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, sedangkan terkait merintangi penyidikan dia melanggar Pasal 21 UU Tipikor.