Bisnis.com, JAKARTA - Kalangan aktivis menilai Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP berhasil ‘menitipkan’ dua figur profesional dalam Kabinet Indonesia Maju (KIM).
“Menteri Dalam Negeri dan Jaksa Agung adalah endorsement PDIP,” kata Direktur Eksekutif Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD) August Mellaz dalam acara dikusi Kabinet Tanpa Oposisi: Nasib Negeri di Era Oligarki Partai di Jakarta, Kamis (24/10/2019).
Menurut August Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) adalah portofolio untuk partai pemenang pemilu.
Pada Kabinet Kerja, PDIP selaku pemenang Pileg 2014 mengutus kadernya, Tjahjo Kumolo, sebagai bos Kemendagri.
Pada KIM, instansi tersebut kini dipimpin oleh mantan Kepala Polri Jenderal Pol. (Purn) Tito Karnavian.
August berpendapat mustahil Tito mendapatkan posisi tersebut tanpa restu PDIP. Sementara itu, Jaksa Agung S.T. Burhanudin adalah saudara kandung dari bekas Ketua DPD PDIP Jawa Barat T.B. Hasanuddin.
Baca Juga
August menilai hubungan darah tersebut tidak dapat melepaskan kaitan Burhanudin dengan PDIP.
Secara resmi, PDIP mengirimkan lima kader ke dalam KIM. Mereka adalah Menteri Sosial Juliari Peter Batubara, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati, serta Sekretaris Kabinet Pramono Anung.
Jumlah tersebut sekaligus menempatkan PDIP sebagai partai politik penggenggam kursi terbanyak di KIM. Di bawah PDIP adalah Partai Golkar, Partai Nasdem, dan Partai Kebangkitan Bangsa masing-masing tiga kursi, Partai Gerindra dua kursi, serta Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Hanura yang sama-sama satu kursi.
Di tempat yang sama, Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti mengkritik penempatan kader parpol dalam KIM. Tidak hanya mendominasi, Ray melihat kader parpol justru menempati posisi strategis.
Dia mencontohkan Kementerian Pertanian dan Kementerian Kelautan dan Perikanan kini dipimpin oleh anggota parpol. Kondisi saat ini kontras dengan Kabinet Kerja ketika Jokowi menunjuk dua profesional untuk mengepalai dua pos tersebut.
“Pak Jokowi tidak punya keleluasaan menempatkan kursi untuk partai politik,” ujarnya.