Bisnis.com, JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Vice President of Human Capital Service PT Angkasa Pura II (AP II) Irma Yelly, Rabu (16/10/2019).
Dia dipanggil untuk diperiksa terkait kasud dugaan suap proyek pengadaan pekerjaan baggage handling system (BHS) pada PT Angkasa Pura Propertindo (APP) yang dilaksanakan PT INTI pada 2019.
"Dipanggil sebagai saksi untuk tersangka AYA [Andra Y. Agussalam]," ujar Pelaksana harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati Iskak, Rabu.
Penyidik KPK terus memanggil para saksi untuk melengkapi berkas penyidikan mantan Direktur Keuangan AP II Andra Agussalam untuk kemudian dilimpahkan ke penuntutan tahap II.
Para saksi yang telah dipanggil termasuk para pejabat tinggi Angkasa Pura II, Angkasa Pura Propertindo selaku anak usahanya dan PT Industri Telekomunikasi Indonesia (Inti).
Adapun Irma Yelly juga sebelumnya pernah dipanggil penyidik KPK pada 13 Agustus lalu dalam penyidikan Andra Agussalam.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka yaitu mantan Direktur Keuangan AP II Andra Agussalam, Dirut PT INTI Darman Mappangara dan Taswin Nur selaku tangan kanannya.
Andra Agussalam diduga menerima suap dari Taswin Nur sebesar SG$96.700 terkait proyek pekerjaan sistem penanganan bagasi atau BHS yang menelan biaya sebesar Rp86 miliar untuk enam bandara yang dikelola AP II.
Andra diduga dengan sengaja mengarahkan PT APP agar proyek pengerjaan sistem penanganan bagasi senilai Rp86 miliar di 6 bandara itu ditunjuk secara langsung kepada PT INTI, bukan melalui proses tender.
Tak hanya itu, Andra juga diduga mengarahkan adanya negosiasi antara PT APP dan PT INTI untuk meningkatkan uang muka (down payment) dari 15 persen menjadi 20 persen untuk modal awal PT INTI dikarenakan ada kendala cash flow di PT INTI.
Andra juga mengarahkan Direktur PT APP Wisnu Raharjo untuk mempercepat penandatanganan kontrak antara PT APP dan PT INTI agar uang muka segera cair sehingga PT INTI bisa menggunakannya sebagai modal awal.
Atas perbuatannya, Andra disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.