Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Joko Widodo mengundang ketua umum partai bukan koalisi di Istana Merdeka pekan lalu. Susilo Bambang Yudhoyono dari Demokrat dan Prabowo Subianto dari Gerindra diajak soal kemungkinan bergabung bersama koalisi lainnya.
Wakil Ketua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nur Wahid merasa aneh dengan sikap Jokowi. Dia terus mengajak partai nonpengusung untuk bergabung meski persentase kemenangan dengan Prabowo lebih besar dari sebelumnya. Pada 2014, Jokowi unggul selisi sekitar 6 persen, sementara kini 10 persen.
“Kenapa harus tarik-tarik yang lain. Alangkah bagusnya, sudahlah kita pakai peraturan yang bagus saja. Demokrasi mengenal yang adanya di pemerintahan dan di luar pemerintahan,” katanya di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (14/10/2019).
Yang dimaksud Hidayat adalah tidak perlu mengajak lagi partai yang kalah dalam pemilu. Ini hanya menghadirkan kehebohan publik.
Baginya, partai pengusung belum tentu mendapat hadiah berupa jatah menteri seperti yang diharapkan. Jangan sampai bergabungnya partai lain malah membuat alokasi untuk mereka malah berkurang.
Oleh karena itu, Jokowi lebih baik memuaskan partai pendukung. Partai di luar pemerintahan adalah konstitusional.
Baca Juga
Apabila Gerindra dan Demokrat ikut koalisi, itu tidak mengubah pendirian partai yang tetap menjadi oposisi. Sikap kalah di luar pemerintahan dan menang di dalam sudah menjadi sikap sejak era Presiden Abdurrahman Wahid.
“Kami tidak pernah takut [oposisi]. Karena kami yakin. Sendirian saja berani. Kami ini bukan menantang atau tidat, tapi logika politik adalah jelas demokrasi memerlukan check and balances. Bukan ukurannya adalah sedikit atau banyak tapi kualitas,” jelas Hidayat.