Bisnis.com, JAKARTA -- Proposal Brexit yang diajukan oleh pemerintahan Perdana Menteri Boris Johnson kepada Uni Eropa ditolak dengan alasan bahwa isi dari proposal tersebut tidak dapat dijadikan sebagai dasar perjanjian.
Para diplomat dan pejabat di Parlemen Eropa mengatakan proposal tersebut justru membawa diskusi Brexit mundur beberapa langkah dari kebijakan awal. Mereka juga mengungkapkan bahwa tawaran tersebut harus dirombak jika Inggris menginginkan Brexit sesuai dengan jadwal dan dengan kesepakatan.
Awalnya Uni Eropa mengatakan mereka akan menganalisa tawaran Johnson terlebih dahulu agar tidak dianggap keras kepala atau disalahkan jika Brexit berakhir tanpa kesepakatan.
Namun, para diplomat dan pejabat yang mengawal proses Brexit menegaskan bahwa saat ini sudah tidak ada cukup waktu untuk mengulang negosiasi dari awal lagi.
Badan eksekutif blok ekonomi tersebut, Komisi Eropa, yang memimpin perundingan Brexit mewakili 27 negara anggota lainnya, akan melakukan tanya jawab dengan para negosiator Inggris terkait proposal mereka pada Jumat (4/10/2019).
"[Proposal] itu tidak mengandung solusi yang layak untuk isu kepabeanan serta meningkatkan kemungkinan berdirinya perbatasan keras antara Republik Irlandia dengan Irlandia Utara. [Tawaran] itu harus dikerjakan ulang," ujar pejabat senior Uni Eropa seperti dikutip melalui Reuters, Kamis (3/10/2019).
Brexit Steering Group (BSG) yang juga bagian dari Parlemen Eropa pada Rabu (2/10/2019), bertemu dengan negosiator Brexit Komisi Eropa, Michel Barnier, untuk membahas tawaran Inggris.
"Reaksi awal BSG adalah bahwa proposal ini tidak mewakili dasar untuk persetujuan yang dapat disepakati Parlemen pada akhir bulan," menurut draft pernyataan dari kelompok tersebut.
Hanya 28 hari sebelum Inggris akan meninggalkan Uni Eropa, kedua belah pihak memposisikan diri mereka untuk kemungkinan penundaan atau Brexit tanpa kesepakatan yang berantakan.
Johnson mengatakan dia menginginkan tercapainya sebuah kesepakatan tetapi menegaskan tidak akan ada penundaan untuk Brexit lewat dari tenggat waktu 31 Oktober.
Sambutan dingin dari Brussels terhadap proposal Johnson menunjukkan seberapa jauh jarak antara kedua belah pihak pada skenario pemisahan diri pertama sebuah negara berdaulat dari Uni Eropa, yang dibentuk pasca-Perang Dunia Kedua.
Menurut pernyataan dari beberapa sumber, strategi Brexit Johnson terdiri dari tiga poin utama.
Pertama, seluruh Inggris termasuk Irlandia Utara akan berada di bawah peraturan bea cukai Inggris yang terpisah dan tidak diatur berdasarkan pabean Uni Eropa.
Kedua, melakukan pengaturan sementara khusus untuk ketentuan bea cukai dan penegakan peraturan tentang barang yang melintasi perbatasan Irlandia Utara. Sistem ini akan berlaku selama sekitar 4 tahun.
Ketiga, seluruh kebijakan ini akan tunduk pada persetujuan masyarakat di wilayah tersebut, melalui pemulihan majelis pembagian kekuasaan di Irlandia Utara dan lembaga lainnya, yang saat ini ditangguhkan.
Menteri Brexit Stephen Barclay mengatakan sekarang tergantung pada Uni Eropa untuk membantu mencegah no-deal Brexit pada 31 Oktober.
“Sekarang adalah waktu yang tepat bagi Uni Eropa untuk merespons dan juga menunjukkan bahwa mereka dapat menjadi kreatif dan fleksibel” katanya.
Johnson mengatakan dia ingin mencapai kesepakatan dengan Uni Eropa pada KTT 17-18 Oktober.
Sebuah undang-undang yang disahkan oleh lawan-lawannya di parlemen memaksanya untuk menunda Brexit kecuali jika dia mencapai kesepakatan, tetapi Johnson mengatakan penundaan lebih lanjut adalah langkah yang sia-sia dan mahal berisiko.