Bisnis.com, JAKARTA - Seperti yang diduga, semula rapat paripurna DPR secara resmi menetapkan lima anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) periode 2019-2024 yang didominasi para mantan politisi Senayan.
Padahal, dalam proses pemilihan anggota BPK tersebut, Komisi XI DPR diduga banyak melanggar aturan. Pelanggaran bukan saja terhadap UUD 1945, UU BPK, namun juga Tatib DPR dan DPD RI.
Pelanggaran sudah itu terlihat sejak awal proses seleksi hingga fit and proper test di Komisi XI DPR. Sebut saja, soal pembentukan tim kecil internal yang membuat aturan sendiri untuk menyeleksi para calon anggota dan pimpinan BPK.
“Tim ini tidak ada aturan mainnya. Bahkan, tim kecil ini yang membuat penilain lolos dan tidaknya makalah peserta calon anggota BPK. Padahal, syarat membuat makalah tidak ada dalam UU BPK," kata Direktur Eksekutif Komite Pemantau dan Pemberdayaan Parlemen Indonesia (KP3I), Tom Pasaribu dalam siaran persnya di Jakarta, Kamis (26/9/2019).
Dia mengatakan seharusnya Komisi XI DPR bisa mencontoh Komisi III DPR yang pernah menyeleksi Hakim Agung. Mereka membuat tim independen yang isinya dari luar DPR sehingga lebih obyektif.
“Tentu saja, pelanggaran-pelanggaran aturan main ini menimbulkan kecurigaan. Bahwa ada agenda yang disembunyikan Komisi XI DPR, sementara tidak terlalu banyak masyarakat yang mengetahuinya,” katanya.
Baca Juga
Secara perlahan agenda dan sikap Komisi XI DPR semakin terungkap disaat melanggar UU No 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan Pasal 14 ayat (4) yang berbunyi :
“DPR memulai proses pemilihan anggota BPK terhitung sejak tanggal diterimanya surat pemberitahuan dari BPK sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (2) dan harus menyelesaikan pemilihan anggota BPK yang baru, paling lama satu bulan sebelum berakhirnya masa jabatan anggota BPK yang lama," ujar Tom.
Tidak hanya itu, lanjut Tom, sejak awal ada niat Komisi XI DPR mau meninggalkan pertimbangan DPD RI. Bahkan ,dalam surat Pimpinan DPR yang dikirim ke Pimpinan DPD RI terkesan menjebak DPD. Pasalnya, DPD diberi dua pilihan untuk menguji 32 calon atau 62 calon.
Namun, DPD RI akhirnya menentukan menguji 62 calon anggota BPK. Dengan alasan DPD RI tak mau melanggar UU BPK. Bahkan dalam fit and proper testnya, DPD RI merekomendasikan 15 nama untuk diserahkan kepada DPR RI.
Dari kajian ini, KP3I melihat sikap Komisi XI DPR sepertinya diduga ada titipan dari partai-partai untuk menjebak presiden agar melanggar UUD 1945 serta undang-undang terkait lainnya.
Artinya seluruh partai-partai saat ini yang selalu menyatakan diri berasaskan Pancasila dan UUD 1945 hanyalah pepesan kosong belaka.
Seluruh partai yang ada ternyata membiarkan pelanggaran yang dilakukan Komisi XI DPR.
"Jelas ini sebagai perangkap kepada presiden bila melantik anggota BPK terpilih (2019-2024), maka serta merta presiden dapat di impeachment karena melanggar sumpah jabatan," tegas Tom.
Begitupun dengan anggota Komisi XI DPR yang baru dilantik 1 Oktober 2019, lupa bahwa merekapun ikut melakukan melanggar sumpah jabatan. Karena itu anggota komisi XI DPR RI periode 2014-2019 harus dikenakan sanksi berat.
"Pengesahan anggota BPK terpilih melalui paripurna tentu cacat hukum/prosedur," kata Tom.
Sebagai catatan rapat paripurna DPR hari ini telah menyetujui lima anggota BPK baru untuk dilantik bulan depan.
Mereka terdiri dari empat mantan politisi Senayan, yakni Harry Azhar Azis (Golkar), Achsanul Qosasih (Demokrat), Daniel Lumban Tobing (PDI Perjuangan), Pius Lustrilanang (Gerindra), dan Hari Susanto yang merupakan pegawai karir dari BPK.