Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

OTT BUMN Perindo, Kiara: Banyak Kasus Korupsi di Sektor Kelautan

Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Susan Herawati menyatakan bahwa korupsi di sektor perikanan ibarat gunung es, terlihat sangat kecil tetapi yang tidak terlihat jauh lebih besar.
Direktur Utama Perum Perikanan Indonesia (Perindo) Risyanto Suanda menaiki mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (25/9/2019). KPK menahan dua tersangka dalam operasi tangkap tangan (OTT) kasus dugaan korupsi kuota impor ikan tahun 2019 yakni Direktur Utama Perum Perikanan Indonesia (Perindo) Risyanto Suanda dan Direktur PT Navy Arsa Sejahtera Mujib Mustofa. /Antara
Direktur Utama Perum Perikanan Indonesia (Perindo) Risyanto Suanda menaiki mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (25/9/2019). KPK menahan dua tersangka dalam operasi tangkap tangan (OTT) kasus dugaan korupsi kuota impor ikan tahun 2019 yakni Direktur Utama Perum Perikanan Indonesia (Perindo) Risyanto Suanda dan Direktur PT Navy Arsa Sejahtera Mujib Mustofa. /Antara

Bisnis.com, JAKARTA – Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan menilai korupsi di sektor perikanan diibaratkan sebagai fenomena gunung es.

Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Susan Herawati menyatakan bahwa korupsi di sektor perikanan ibarat gunung es, terlihat sangat kecil tetapi yang tidak terlihat jauh lebih besar.

Hal itu merupakan respon pihaknya atas operasi tangkap tangan yang digelar KPK terhadap Direksi Perum Perindo. “Suap kuota impor ikan salem yang melibatkan Perum Perindo adalah salah satu kasus dari sekian kasus korupsi di sektor kelautan dan perikanan,” katanya, Rabu (25/9/2019).

Menurut Susan, lembaga semacam KPK perlu mengembangkan penyelidikannya ke kasus korupsi di sektor kelautan dan perikanan lainnya, khususnya pengesahan Peraturan Daerah (Perda) Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) di 22 Provinsi di Indonesia.

“Di dalam Perda Zonasi, kebijakan pembagian ruang di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sangat bias kepentingan bisnis,” tuturnya.

Selain itu, praktik korupsi di sektor kelautan dan perikanan dapat dilihat dari kasus grand corruption reklamasi Teluk Jakarta yang telah ditetapkan oleh KPK pada tahun 2016. Penyelidikan ini hanya bisa menahan Ariesman Wijaja, Direktur Utama Agung Podomoro Land, saat itu.

“Namun sangat disayangkan, KPK tidak melanjutkan penyelidikan terhadap kasus korupsi reklamasi Teluk Jakarta,” ungkap Susan.

Kasus korupsi reklamasi di Provinsi Kepulauan Riau menurutnya adalah deretan bukti lainnya di sektor kelautan dan perikanan. Dalam kasus ini, Gubernur Kepulauan Riau, Nurdin Basirun menerima suap 11.000 dolar Singapura dan Rp45 juta demi memuluskan izin reklamasi di Tanjung Piayu, Batam, untuk pembangunan resort dan kawasan wisata seluas 10,2 hektare.

“Pusat Data dan Informasi KIARA 2019 mencatat, hari ini ada lebih dari 40 proyek reklamasi di Indonesia. KPK semestinya turun menyelidiki penuh proses pemberian izin proyek reklamasi yang sangat kuat kepentingan bisnis pengembang di dalamnya,” tegas Susan.

Tak hanya mendorong untuk menyelidiki Perda RZWP3K dan kasus reklamasi, KIARA juga meminta KPK untuk menyelidiki pemberian kuota impor garam. “KPK harus menyelidiki secara serius proses pemberian izin kuota impor garam, dimana setiap tahunnya selalu mengalami peningkatan,” imbuh Susan.

Secara umum, lanjutnya, ke depan pemberantasan korupsi di sektor kelautan dan perikanan perlu menjadi agenda penting. Namun, agenda ini memiliki tantangan serius setelah disahkannya Revisi UU KPK, yang terbukti melemahkan lembaga anti korupsi ini. Pelemahan dalam Revisi UU KPK terlihat dalam beberapa hal ini:

Pertama, KPK diletakkan sebagai lembaga negara di rumpun eksekutif.

Kedua, Pegawai KPK merupakan ASN, sehingga ada resiko independensi terhadap pengangkatan, pergeseran dan mutasi pegawai saat menjalankan tugasnya.

Ketiga, Dewan Pengawas lebih berkuasa daripada Pimpinan KPK, namun syarat menjadi Pimpinan KPK lebih berat dibanding Dewan Pengawas.

Keempat, kewenangan Dewan Pengawas masuk pada teknis penanganan perkara; dan kelima, OTT menjadi lebih sulit dilakukan karena lebih rumitnya pengajuan Penyadapan dan aturan lain yang ada di UU KPK.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper