Bisnis.com, JAKARTA – Korea Selatan mengatakan pada Senin (16/9/2019) mempertimbangkan untuk menggunakan cadangan minyak strategis mereka ke pasar jika keadaan impor minyak mentah memburuk.
Komentar tersebut muncul ketika harga minyak melonjak ke level tertinggi dalam 4 bulan pada Senin menyusul serangan pada fasilitas minyak mentah di Arab Saudi akhir pekan lalu yang memicu kekhawatiran pasokan.
Kementerian energi Korsel mengatakan belum ada ada dampak jangka pendek pada pasokan minyak mentah dari Saudi. Namun, jika situasi berlarut-larut, ini dapat mengganggu pasokan minyak mentah.
Presiden AS Donald Trump juga mengizinkan penggunaan cadangan minyak darurat AS untuk memastikan pasokan yang stabil setelah serangan yang memutus 5 persen dari rantai produksi global tersebut.
Korsel yang merupakan importir minyak mentah terbesar kelima di dunia saat ini memiliki sekitar 96 juta barel minyak mentah dan produk olahan sebagai cadangan strategis. Dari total 96 juta barel tersebut, negara memiliki 82 juta barel minyak mentah dan sisanya adalah produk olahan seperti bensin, solar, dan nafta.
"Pemerintah akan melakukan yang terbaik untuk menstabilkan permintaan dan situasi pasokan serta harga, seperti mempertimbangkan pelepasan cadangan minyak jika situasinya memburuk," kata kementerian terkait seperti dikutip Reuters.
Cadangan persediaan dalam negeri ini dapat menutup 90 hari kebutuhan minyak mentah Korsel.
Sebelumnya, pabrik minyak milik raksasa minyak Saudi Aramco terbakar setelah diserang drone. Serangan drone tersebut berdampak pada dua pabrik Aramco, yakni di Abqaiq dan Khurais.
Abqaiq berjarak 60 km dari kantor pusat Aramco di Dhahran. Kilang minyak itu mengolah minyak mentah dari ladang minyak raksasa Ghawar dan menyalurkannya untuk pasar ekspor melalui terminal Ras Tanura—fasilitas pemuatan minyak lepas pantai terbesar dunia—dan Juaymah..
Sementara itu, Khurasi berlokasi 190 km dari Dhahran, dan memiliki ladang minyak terbesar kedua di Arab Saudi.
Menurut Saudi Aramco, serangan itu menggerus produksi minyak perusahaan sebesar 5,7 juta barel per hari. Serangan ini terjadi di tengah rencana Aramco untuk melepas sahamnya ke publik. Jika terealisasi, nilai IPO Aramco digadang-gadang menjadi yang terbesar dalam sejarah.