Bisnis.com, JAKARTA – Pemindahan pusat pemerintahan dari Jakarta ke Kalimantan Timur akan dibarengi dengan pengembangan 10 kota metropolitan dan kota-kota baru di luar Jawa, sedangkan Jakarta akan dikembangkan sebagai pusat finansial dan pusat bisnis regional.
Menneg PPN/Kepala Bappenas Bambang S. Brodjonegoro mengatakan tujuan utama pemindahan pusat pemerintahan salah satunya adalah untuk mengurangi beban sekaligus mengatasi berbagai permasalahan Kota Jakarta yang saat ini dinilai sudah terlalu padat dengan aneka problem sosial ekonomi dan lingkungan.
Selain itu, katanya, tujuan penting lainnya adalah memeratakan pembangunan ekonomi ke luar Jawa, melalui pembangunan kota baru dan kota-kota metropolitan.
“Jadi Ibu Kota baru bersama-sama dengan pengembangan kota-kota metropolitan serta kota baru lainnya dan pariwisata, akan mengurangi kesenjangan ekonomi nasional,” ujar Bambang saat memberikan penjelasan tentang rencana “Pembangunan pusat pemerintahan baru" di KalimantanTimur, di Jakarta, Kamis (29/8/2019).
Bambang menjelaskan, selain membangun pusat pemerintahan baru di daerah yang berlokasi antara Paser Penajam dan Kutai Kartanegara, dalam lima tahun ke depan pemerintah juga akan mengembangkan 10 metropolitan baru serta kota-kota baru di Indonesia Timur termasuk Papua.
Dengan pengembangan metropolitan itu, kota-kota besar yang saling bersinggungan tidak perlu mengelola banyak urusan warga sendiri-sendiri tetapi lebih terintegrasi. Kota-kota di sekitar Jakarta, misalnya, tidak perlu mengurus sendiri-sendiri sampah, air bersih, maupun transportasi publik, melainkan bisa diintegrasikan.
Baca Juga
Bambang menolak anggapan bahwa Jakarta akan redup dengan pemindahan Ibu Kota ini. Kota terbesar berpenduduk lebih dari 10 juta jiwa ini akan terus dikembangkan menjadi pusat finansial dan pusat bisnis regional.
“Nantinya Bank Indonesia dan OJK tidak akan pindah, tetap di Jakarta karena Jakarta menjadi pusat finansial,” ujarnya.
Pembangunan pusat pemerintahan baru di Kaltim sendiri akan dimulai dari pengelolaan lahan seluas 6.000 hektare yang berlokasi di Penajam Passer Utara. Di lokasi itu akan dibangun Istana Presiden, gedung parlemen, kantor kementerian, dinas dan instansi pendukung termasuk pertokoan dan hotel serta apartemen dinas.
“Jadi distrik pemerintahan dibangun duluan sebelum meluas ke 40.000 ha berikutnya,” ujarnya.
Pembangunan kota sebagai pusat pemerintahan baru ini akan berkiblat ke model Brasilia (Ibu Kota baru Brasil), dengan disain kota berkiblat ke Washington DC (Ibu Kota baru Amerika Serikat).
Di kawasan sekitarnya akan dilakukan penghutanan kembali atau reforestasi, termasuk di Bukit Suharto yang kini berstatus sebagai hutan konservasi. Sedangkan lahan-lahan yang akan dipergunakan untuk pembangunan Ibu Kota baru itu, yang tadinya berstatus konsesi di tangan pengusaha swasta, akan ditarik kembali konsesinya.
Semula, pemerintah pusat mendapatkan proposal lokasi Ibu Kota di tiga provinsi, yakni Kalsel, Kalteng dan Kaltim. Namun, dengan menimbang posisi Kalteng yang jauh dari pantai, dan Kalsel yang lahannya didominasi gambut, akhirnya pilihan jatuh ke Kaltim.
Lokasi yang dipilih itu bukan lahan gambut dan tidak mengandung batubara, serta dekat dengan pantai sehingga memungkinkan akses ke pelabuhan lebih dekat. Apalagi di lokasi Penajam Passer Utara itu berdekatan dengan dua airport besar sekaligus yang sudah siap, yakni Bandara di Balikpapan dan Samarinda.
Jarak Penajam ke Balikpapan hanya 60 km, sehingga kalaupun dibangun jalan tol relatif dekat untuk menghubungkan tol existing yang sekarang hampir rampung. Tol eksisting ini menghubungkan Balikpapan dengan Samarinda.
Selain itu, juga terdapat alasan strategis untuk memindahkan pusat pemerintahan ke Kalimantan di luar pertimbangan kondisi Jakarta yang sudah sesak dan Jawa yang rawan gempa, yakni kepentingan militer.
Kalimantan selama ini memiliki spot militer paling lemah, sehingga dengan pembangunan Ibu Kota baru itu akan dibangun pangkalan militer baik darat, laut dan udara di Penajam dan Kutai Kartanegara.
Kota baru yang akan menelan biaya pembangunan hingga Rp400 triliun lebih itu nantinya akan dikembangkan berbasis konsep smart, green, beautiful dan sustainable termasuk di dalamnya forest city.
Dengan orientasi sebagai “Kota jasa pemerintahan", Bambang menjelaskan, nantinya tidak akan diperbolehkan ada pembangunan industri di sekitar ibukota baru itu. Karenanya, kemungkinan Balikpapan dan Samarinda akan berkembang menjadi dua kota metropolitan baru di seputar Ibu Kota pengganti Jakarta itu.
Sumber energi Ibu Kota baru itu akan berasal dari energi bersih, antara lain dari solar panel, biomass dan gas. Bambang juga berharap nantinya ibu kota baru itu juga akan mengedepankan teknologi baru termasuk AI (artificial intelligent), yang akan menjadi model pengembangan kota-kota baru lainnya di seluruh Indonesia.
Konsep pembiayaannya dengan mengedepankan dana non-APBN, dimana alokasi anggaran pemerintah hanya sekitar 20 persen dari total kebutuhan pembiayaan. Selebihnya dibiayai dengan model public-private partnership serta built-operate dan transfer setelah 30 tahun.
Pemerintah juga akan membentuk Badan Otorita sebagai pengelola pembangunan Ibu Kota baru. Badan Otorita itu akan memulai eksekusi konstruksi setelah perundangan tuntas, hingga kota baru tersebut siap berfungsi.
Presiden Jokowi sendiri berkeinginan untuk dapat berkantor di Ibu Kota baru itu pada tahun 2023, atau paling lambat awal 2024.
Sebagai kota jasa pemerintahan, Ibu Kota baru itu nantinya akan menjadi simbol pemisahan antara pemerintahan dengan bisnis, sehingga diharapkan governance-nya akan lebih baik.
Saat ini, isu yang banyak dinanti publik, terutama kalangan yang terlibat, adalah proses pemindahan aparatur sipil negara dari Jakarta ke kawasan Ibu Kota baru itu.
Bambang menjelaskan, akan terdapat 200.000 ASN yang akan migrasi ke ibukota baru, sehingga total beserta keluarga diperkirakan mencapai 800.000 orang. Untuk ASN ini akan disediakan apartemen dinas atau rumah dinas dan berbagai fasilitas pendukung termasuk pendidikan dan kesehatan.