Bisnis.com, JAKARTA – China menolak untuk mengkonfirmasikan komunikasi via sambungan telepon dengan pemerintah Amerika Serikat (AS) soal keinginan Negeri Tirai Bambu untuk kembali ke meja perundingan seperti yang diklaim Presiden Donald Trump.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Geng Shuang justru mengatakan tidak tahu menahu tentang komunikasi tersebut.
"Saya tidak mengetahui hal itu,” ujar Geng Shuang dalam sebuah briefing di Beijing pada Selasa (27/8/2019), seperti dilansir dari Bloomberg.
“Dengan menyesal, AS telah mengumumkan keputusannya untuk menambah tarif baru pada produk-produk China. Tekanan maksimum seperti itu akan merugikan kedua belah pihak dan sama sekali tidak konstruktif,” tambahnya.
Pada Senin (26/8/2019), Trump mengatakan prospek untuk kesepakatan dengan China kini tampak lebih baik ketimbang sejak negosiasi perdagangan antara kedua negara dimulai tahun lalu.
Trump mengungkapkan bahwa China telah meminta agar perundingan perdagangan antara kedua negara dimulai kembali.
Permintaan itu disampaikan beberapa jam setelah Wakil Perdana Menteri China Liu He menyerukan kedua belah pihak untuk bersikap tenang di tengah memanasnya tensi perdagangan antara kedua negara akibat rencana pengenaan tarif baru terhadap satu sama lain.
“China tadi malam [Minggu, 25/8/2019] menghubungi orang-orang perdagangan kami dan mengajak untuk bernegosiasi kembali,” tutur Trump di sela-sela pertemuan G7 di Biarritz, Prancis.
Namun, editor media pemerintah terkemuka di Beijing mempertanyakan kebenaran pernyataan Trump tersebut pada Senin (26/8).
Melalui akun Twitter, Hu Xijin, pemimpin redaksi Global Times China, mengatakan bahwa tim perunding perdagangan kedua belah pihak tidak melakukan pembicaraan melalui telepon dalam beberapa hari terakhir dan bahwa Trump telah membesar-besarkan soal komunikasi perdagangan.
Based on what I know, Chinese and US top negotiators didn't hold phone talks in recent days. The two sides have been keeping contact at technical level, it doesn't have significance that President Trump suggested. China didn't change its position. China won't cave to US pressure.
— Hu Xijin f"> (@HuXijin_GT) August 26, 2019
Sementara itu, dalam kolom komentarnya, surat kabar utama Partai Komunis, People's Daily, mengatakan bahwa AS “tidak boleh salah menilai" tekad China untuk membalas dengan tegas jika Amerika menindaklanjuti dengan tarif yang lebih tinggi.
Ketegangan antara dua negara berekonomi terbesar dunia tersebut telah meningkat dalam beberapa hari terakhir setelah kedua belah pihak mengumumkan tarif baru untuk barang-barang asal masing-masing negara dan Trump menyerukan perusahaan-perusahaan AS untuk keluar dari China.
Pada Jumat (23/8/2019), Trump menyatakan AS akan menaikkan tarif eksisting atas produk China senilai US$250 miliar dari 25 persen menjadi 30 persen per 1 Oktober 2019, bertepatan dengan perayaan hari nasional Republik Rakyat China ke-70.
Kebijakan ini disampaikan Trump hanya beberapa jam setelah Beijing mengumumkan tarif impor atas barang-barang dari AS senilai US$75 miliar, termasuk kacang kedelai dan minyak.
Selain itu, Trump mengatakan AS akan menaikkan besaran tarif yang sudah direncanakan atas produk China senilai US$300 miliar menjadi 15 persen dari sebelumnya 10 persen. Washington bakal mulai memberlakukan tarif baru mulai 1 September 2019. Namun, sebagian produk yang diincar baru akan dikenakan tarif pada 15 Desember 2019.
Trump juga meminta perusahaan-perusahaan AS untuk memindahkan operasionalnya dari China ke negara lain, termasuk kembali ke AS.
Dalam briefing pada Selasa, juru bicara Kementerian Luar Negeri China lebih lanjut menegaskan sikap China soal pembicaraan perdagangan.
“Kami berharap AS dapat menahan diri dan menciptakan kondisi untuk perundingan berdasarkan kesetaraan saling menghormati dan saling menguntungkan,” katanya.