Bisnis.com, MOSKOW - Dunia kembali berada di bawah bayang-bayang perlombaan peluncuran senjata pembunuh masal.
Presiden Rusia Vladimir Putin pada Jumat (23/8/2019) memerintahkan Kementerian Pertahanan dan lembaga pemerintah lainnya agar menganalisis ancaman yang ditimbulkan oleh uji coba baru peluru kendali Amerika Serikat dan mempersiapkan aksi balasan.
Pentagon pada Senin mengaku melakukan uji coba rudal jelajah yang dikonfigurasi secara konvensional, yang menghantam sasarannnya setelah terbang lebih dari 500 km. Itu merupakan uji coba pertama rudal jenis tersebut sejak AS mundur dari Pakta Nuklir Jarak Menengah (INF) dengan Rusia pada 2 Agustus.
Putin menyatakan Rusia tidak bisa hanya berpangku tangan, dan bahwa pembicaraan AS soal pengerahan misil-misil baru di kawasan Asia Pasifik "berimbas pada kepentingan inti kami karena berdekatan dengan perbatasan Rusia," ujar Putin menurut salinan pernyataannya di laman Kremlin.
"Seperti yang Anda tahu bahwa kami tidak pernah menginginkan, tidak ingin dan tidak akan terseret dalam perlombaan senjata yang mahal dan destruktif," tegas Putin.
Rencana Amerika Serikat mengembangkan peluru kendali jarak menengah mendapat reaksi dari Rusia dan China.
Dua negara itu meminta Dewan Keamanan PBB untuk bertemu pada Kamis terkait "pernyataan pejabat AS soal rencana mengembangkan dan mengerahkan rudal jangka menengah," menurut permohonan yang dilihat oleh Reuters.
Moskow dan Beijing ingin menggelar pertemuan dengan dewan beranggotakan 15 negara tersebut di bawah agenda "ancaman terhadap perdamaian dan keamanan internasional". Kedua negara juga telah meminta agar kepala urusan gencatan senjata PBB, Izumi Nakamitsu, memberi pengarahan singkat kepada badan tersebut.
Pentagon pada Senin mengatakan pihaknya menguji coba rudal jelajah yang dikonfigurasi secara konvensional, yang menghantam targetnya setelah terbang lebih dari 500 km, uji coba pertama rudal jenis itu sejak AS mundur dari Pakta Nuklir Jarak Menengah (INF) era Perang Dingin dengan Rusia.