Bisnis.com, JAKARTA – Industri hotel di Hong Kong tengah bergulat dengan jatuhnya tingkat pemesanan, setelah aksi unjuk rasa ribuan warga melumpuhkan penerbangan dari bandara internasional wilayah tersebut pekan ini.
Menurut Yiu Si-wing, seorang anggota parlemen Hong Kong yang mewakili industri pariwisata, perolehan pendapatan dari penjualan kamar tampak akan terjun sebanyak 50 persen bulan ini.
Industri pariwisata Hong Kong sendiri telah menyatakan bahwa kunjungan dari China daratan yang biasanya mencakup 80 persen dari total kedatangan mencatat penurunan terbesar karena kekhawatiran akan keselamatan.
Kemerosotan itu akan memberi pukulan lebih lanjut pada ekonomi Hong Kong yang sudah berkontraksi pascakerusuhan selama berbulan-bulan dan terdampak sengketa perdagangan Amerika Serikat-China.
Tingkat hunian hotel yang rata-rata mencapai 90 persen pada paruh pertama, ujar Yiu, akan turun sepertiga atau lebih. Kunjungan dari China daratan ke Hong Kong, tujuan belanja utama bagi masyarakat China, pun dapat melambat.
"Dampaknya pada pariwisata sangat besar,” terang Yiu dalam sebuah wawancara, seperti dilansir dari Bloomberg. Ia memperkirakan setengah dari turis China daratan pada Agustus cenderung akan membatalkan atau menunda rencana mereka.
Hal tersebut disebabkan sejumlah faktor seperti laporan serangan oleh demonstran terhadap seorang pria yang dicurigai sebagai agen keamanan dari kota Shenzhen. Insiden itu menjadi topik paling populer di platform media sosial China Weibo pada Rabu (14/8/2019).
Perencanaan perjalanan dari China daratan ke Hong Kong menunjukkan keprihatinan tentang risiko bepergian melalui bandara.
Para pejabat pemerintah China dan media yang dikelola pemerintah mengemas aksi protes itu sebagai sesuatu yang didorong oleh ekstremis brutal, di antaranya laporan tentang pengunjuk rasa yang telah diduga menyerang polisi atau warga sipil yang tidak terlibat dalam demonstrasi.
Grace Huang, seorang mahasiswa Universitas Wuhan, mengatakan sedang mempertimbangkan rencananya untuk singgah di wilayah itu sekembalinya dari kunjungan ke Kanada.
“Saya khawatir akan dipukuli,” ungkapnya kepada Bloomberg.
Demonstrasi, yang telah berkobar sejak Juni, memasuki fase baru pekan ini ketika Hong Kong International Airport, salah satu pusat perjalanan udara tersibuk di Asia, ditutup sehingga memaksa pembatalan ratusan penerbangan.
Para demonstran yang awalnya turun ke jalan-jalan untuk menentang rancangan undang-undang (RUU) ekstradisi dari wilayah itu ke China daratan, memiliki sejumlah tuntutan termasuk pengunduran diri pemimpin Hong Kong Carrie Lam.
Saham InterContinental Hotels Group Plc., pemilik jaringan Crowne Plaza dan Holiday Inn, mengatakan protes itu berkontribusi terhadap perlambatan dalam perjalanan bisnis di China. Saham perusahaan pun turun hampir 10 persen dari rekor yang dicapai pada akhir Juli.
Perusahaan lain yang terkait dengan Hong Kong juga terdampak. Saham Sun Hung Kai Properties Ltd., pemilik Four Seasons, dan New World Development Co, yang menjalankan sejumlah hotel termasuk Grand Hyatt Hong Kong, telah turun lebih dari 20 persen dari level tertingginya bulan lalu.
“Tarif-tarif kamar di Hong Kong ikut turun sebagai akibat dari meningkatnya masalah keamanan,” tambah Yiu Si-wing.
Sebuah kamar standar di Conrad Hotel, yang dimiliki oleh Hilton Worldwide dan berlokasi di dekat bagian kota Hong Kong yang kerap diramaikan demonstran, dihargai HK$1.530 (US$195) untuk akhir pekan ini.
Harga tersebut turun lebih dari 40 persen dibandingkan dengan pemesanan yang sama pada dua bulan kemudian, menurut informasi harga di situs webnya.
Situs-situs web untuk hotel yang dimiliki oleh Marriott International Inc. dan Shangri-La Asia Ltd. menunjukkan potongan harga serupa.
"Peringatan perjalanan baru-baru ini dan peringatan yang dikeluarkan oleh sejumlah negara telah menyebabkan beberapa pembatalan dari tamu, grup, dan tamu perusahaan kami di luar negeri,” ujar juru bicara Grup Shangri-La.
“Kami juga melihat penurunan jumlah pelanggan lokal yang datang ke restoran dan outlet kami.”