Bisnis.com, JAKARTA - Meski rangkap jabatan antara menteri kabinet dan ketua umum partai politik tidak melanggar undang-undang, namun Presiden Joko Widodo atau Jokowi cenderung tidak akan mengulangi rangkap jabatan itu karena target politiknya sudah tercapai.
Demikian dikemukakan Direktur Eksekutif Voxpol Research and Consulting Indonesia, Pangi Syarwi Chaniago dalam diskusi bertajuk “Periode Kedua Jokowi, Masihkan Larangan Aturan Rangkap Jabatan Diberlakukan?” bersama Anggota DPR Nasir Djamil (PKS), Saifullah Tamliha (PPP), dan Viva Yoga Mauladi (PAN), Kamis (8/8/2019).
“Rangkap jabatan ini tidak akan laku lagi karena Presiden Jokowi telah selesai targetnya. Untuk dapat empati tidak terlalu penting bagi Jokowi sehingga mungkin rangkap tidak akan berlaku lagi,” ujar Pangi.
Menurutnya, pada periode kedua pemerintahan Jokowi para ketua umum parpol juga akan cenderung memilih jadi di parpol ketimbang jadi menteri sebagaimana halnya dengan Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar.
Pangi mengatakan bahwa rangkap jabatan itu tidak diatur dalam UU No. 23 tahun 2014.
Karena itu, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dibiarkan oleh Presiden Jokowi merangkap sebagai Menteri Perindustrian.
“Di samping waktunya tinggal 1,5 tahun, maka tak masalah Airlangga dipertahankan oleh Jokowi,” katanya.
Dikatakan, sulit untuk dipungkiri bahwa Presiden Jokowi berkepentingan mengendalikan Golkar melalui Airlangga karena saat itu Golkar juga “terbelah dua” akibat koflik internal.
Sedangkan, Nasir Djamil mengatakan bahwa Presiden Jokowi harus konsisten dengan pernyataannya karena pernah tidak konsisten dengan pernyataanya sebelumnya.
Menurutnya, Presiden Jokowi pernah mengatakan tidak akan memilih menteri yang rangkap jabatan dengan jabatan di parpol seperti jabatan ketua umum parpol.
Nasir juga menyatakan tidak sependapat dengan rangkap jabatan. Menurutnya, kalau seorang menteri kabinet terkena kasus hukum, misalnya, maka dia akan membebani parpol yang dipimpinnya.
Meski PKS memastikan akan berada di luar pemerintahan, namun dia mengharapkan menteri kabinet mendatang benar-benar para profesional.
Dia menegaskan profesional juga menyangkut masalah moralitas dan etika.
“Profesional itu juga menyangkut masalah ketinggian moral dan etika selain punya kemampuan teknis yang mumpuni,” katanya.