Bisnis.com, JAKARTA – Program Keluarga Harapan (PKH) yang telah digulirkan pemerintah sejak 2007 lalu, nyatanya berhasil mendorong perubahan positif yang signifikan terhadap perilaku Keluarga Penerima Manfaat (KPM).
Dirjen Perlindungan dan Jaminan Sosial Kemensos RI Harry Hikmat mengatakan PKH sebagai bantuan bersyarat berupaya merubah perilaku KPM berkaitan dengan komponen kesehatan, pendidikan, dan/atau kesejahteraan sosial.
Untuk memberikan gambaran dampak PKH terhadap perilaku utama KPM maka dilakukanlah survey independen MicroSave Consulting Indonesia dalam kerangka kerjasama antara Kementerian Sosial dan Bill & Melinda Gates Foundation (BMGF).
“Hasil riset menunjukan bahwa teraksesnya layanan kesehatan, pendidikan dan pencapaian prestasi anak-anak KPM serta pemanfaatan layanan perbankan menjadi bukti keberhasilan PKH,” ujarnya dalam rilis, Kamis (8/8/2019).
Harry merinci, di bidang kesehatan tercatat 97 persen KPM telah memeriksakan kehamilannya secara rutin ke Puskesmas terdekat. Saat proses melahirkan, 49 persen KPM memanfaatkan faskes pemerintah, 44 persen di bidan dan 7 persen di faskes swasta.
Pasca melahirkan, 94 persen KPM melakukan pemeriksaan kesehatan anak usia 1 bulan secara rutin. Jika dibandingkan dengan Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018 baru sekitar 84,1 persen orang tua yang memeriksakan kesehatan anak usia 1 bulan, sehingga terlihat ada kenaikan sebesar 9,9 persen.
Perubahan positif juga ditemukan dalam pemeriksaan kesehatan anak usia 1-6 tahun, tingkat partisipasi program Keluarga Berencana dan kepemilikan BPJS.
Di bidang pendidikan, sebagian besar dana PKH digunakan untuk keperluan sekolah. 78 persen anak-anak KPM hadir di sekolah secara reguler. Bahkan 10 persen anak-anak KPM memiliki prestasi di sekolah dibanding yang non KPM.
Demikian pula Lansia penerima PKH, 8,8 persen lebih mungkin datang ke faskes daripada non KPM. Angka tingkat kesadaran KPM Lansia untuk memeriksakan kesehatan dan partisipasi dalam kegiatan sosial memang masih rendah. Hal ini dikarenakan keberadaan pusat kegiatan sosial belum merata.
“Capaian positif juga tampak pada metode penyaluran bansos non tunai menggunakan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS). 98 persen KPM lebih menyukai KKS untuk penarikan dana PKH dibandingkan dengan cara sebelumnya melalui kantor pos. Melalui KKS, penerima PKH lebih “melek” terhadap transaksi perbankan,” tambahnya.
PKH telah mendukung peningkatan inklusi keuangan sehingga keluarga miskin dapat mengakses layanan perbankan. Bahkan 17 persen KPM telah menggunakan rekening KKS untuk transaksi keuangan, dengan transaksi terbanyak adalah menabung.
Meski demikian Harry mengakui bahwa efektivitas penyaluran masih kurang karena brlum meratanya persebaran agen bank, jaringan yang buruk, lokasi ATM yang jauh dan belum “meleknya” sebagian besar KPM PKH terhadap transaksi perbankan.
“Untuk itu perlu didorong agar segera dilakukan eksplorasi pemanfaatan teknologi untuk transaksi (QR code, biometric based, OTP).”