Bisnis.com, JAKARTA — Pelaksanaan negosiasi penting dilakukan untuk menghindari terjadinya perang Teluk. Militer Amerika Serikat (AS) mulai memindahkan peralatan persenjataan dan ratusan tentara ke pangkalan udara Pangeran Sultan di Arab Saudi dan bersiap menghadapi Iran di Selat Hormuz.
Upaya itu merupakan kali pertama bagi AS menempatkan kembali pasukan di Saudi sejak lebih dari 15 tahun yang lalu.
Tensi di kawasan Teluk meningkat setelah dua kapal tanker Inggris dan awaknya diambil alih kendali Iran. Inggris meminta Iran segera membebaskan kapal tersebut.
Pengamat politik internasional Arya Sandhiyudha menilai apa yang dilakukan Iran adalah tindakan balasan karena pasukan marinir Kerajaan Inggris membantu menangkap sebuah kapal tanker Iran di perairan Gibraltar atas alasan membawa minyak ke Suriah.
“Alasan kedua, aksi Iran merupakan bentuk tekanan kepada Eropa agar mendesak AS mencabut sanksinya terhadap Iran. Negara itu ingin memaksa Eropa ikut menyelamatkan kesepakatan nuklir pada 2015 atau sering disebut joint comprehensive plan of action,” ujarnya, Rabu (24/7/2019).
Menurutnya, Iran hanya mau berunding jika AS mencabut sanksi terhadap Negeri Para Mullah itu. Pasalnya, sanksi yang diberikan oleh Negeri Paman Sam sangat mempengaruhi aktivitas perdagangan antara Iran dengan negara lain.
“Indonesia dapat turut berperan dalam berkomunikasi dan berdiplomasi dengan semua pihak. Sebab eskalasi ini berisiko konflik yang berdampak luas, karenanya semua pihak harus menunjukkan menahan diri. Apa yang dianggap sebagai pemicu konfrontasi harus diredakan. Renegosiasi sangat penting untuk menghindari ancaman perang di Teluk, kawasan, bahkan dunia,” pungkasnya.