Bisnis.com, JAKARTA - Perjalanan karir Gubernur Kepri atau Kepulauan Riau Nurdin Basirun di pemerintahan terbilang cukup panjang dan mulus.
Jauh sebelum menjadi orang nomor satu di provinsi itu, gubernur yang tertangkap tangan oleh KPK pada Rabu (10/7/2019) malam, sebelumnya adalah wakil gubernur. Sebelumnya lagi, Ketua DPW Partai NasDem Kepri ini menjabat Bupati Karimun selama dua periode.
Nurdin maju dalam Pilkada Kabupaten Karimun pada 2001-2005 berpasangan dengan Pejabat Bupati Karimun saat itu, M Sani.
Duet ini memenangkan pilkada. Pada 2005, Sani memutuskan bertarung di Pilgub Kepri dan akhirnya terpilih, Nurdin kemudian menggantikan posisi Sani sebagai Bupati Karimun.
Pada Pilkada 2006, Nurdin yang berpasangan dengan Aunur Rafiq maju dan kembali terpilih pada periode kedua yakni 2011-2015.
Mengikuti jejak seniornya, M Sani, dia maju bertarung di Pilgub Kepri 2015. Nurdin menjadi wakil Sani. Mereka pun terpilih sebagai gubernur dan wakil gubernur periode 2016-2021. Nurdin menduduki posisi Gubernur Kepri ketika M. Sani meninggal dunia di Rumah Sakit Abdi Waluyo Jakarta, 8 April 2016.
Yang paling mengganggu Nurdin sepanjang karirnya adalah kasus ijazah palsu. Sejumlah elemen rakyat berdemonstrasi mempertanyakan keabsahan ijazah SMA Nurdin. Salah satunya LSM Garda Indonesia. Kasus ijazah palsu ini kembali diungkit-ungkit saat dia ikut pemilihan gubernur Kepri.
Kepolisian Daerah Metro Jaya telah memastikan ijazah Nurdin palsu. Kepastian itu diperoleh setelah polisi memverifikasi ijazah itu ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
"Benar, itu ijazah palsu," kata Kepala Subdirektorat Kejahatan dan Kekerasan Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Herry Heriawan, Kamis, 19 November 2015.
Menurut Herry, ijazah setingkat sekolah menengah atas yang dimiliki Nurdin tidak memiliki legalitas. Bahkan, ijazah itu tidak terdaftar di Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan. Padahal, Nurdin mengaku doktor.
KPK menangkap tangan Gubernur Kepri Nurdin Basirun. Penangkapan dilakukan karena Nurdin tersangkut korupsi izin lokasi rencana reklamasi di wilayah kerjanya.
Ada unsur kepala daerah setingkat provinsi yang ditangkap," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah, di kantornya, Jakarta, Rabu (10/7/2019).
Selain Nurdin, KPK menangkap lima orang lainnya. Mereka adalah kepala dinas, kepala bidang, pegawai negeri, dan satu orang dari kalangan swasta.
"Total, ada enam orang yang diamankan tim," kata Febri.
KPK juga menyita duit senilai Sin$ 6 ribu atau sekitar Rp 165.961.817. Diduga ini bukanlah penyerahan pertama. Menurut Febri, hingga kemarin malam, mereka yang ditangkap berada di kepolisian resor setempat untuk menjalani pemeriksaan.