Bisnis.com, JAKARTA - Nota keberatan atau eksepsi terdakwa kasus PLTU MT Riau-1 Sofyan Basir ditolak Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Senin (8/7/2019).
Dengan demikian, sidang perkara yang menjerat mantan Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara (PLN) itu tetap berlanjut pada sidang pokok perkara.
Kuasa hukum Sofyan Basir, Soesilo Aribowo, mengaku siap menghadapi sidang pokok perkara tersebut menyusul ditolaknya eksepsi oleh majelis hakim. Pihaknya siap mengonter pembuktian dari jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Pada dasarnya kita akan siap menghadapi itu," ujarnya usai sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (8/7/2019).
Dalam sidang pokok perkara yang dijadwalkan pada Senin pekan depan, jaksa penuntut umum KPK akan menghadirkan para saksi. Soesilo mengaku sudah menerima berkas terkait saksi yang akan dihadirkan pekan depan.
Sebelumnya, Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat menolak nota keberatan atau eksepsi terdakwa kasus Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU MT) Riau-1 Sofyan Basir.
Baca Juga
Dalam pembacaan putusan sela, Majelis Hakim menyatakan surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinyatakan sah sesuai KUHP.
"Mengadili eksepsi tim kuasa hukum terdakwa tidak dapat diterima dan dakwaan jaksa sah," ujar Ketua Majelis Hakim Hariono membaca amar putusan, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (8/7/2019).
Dengan demikian, sidang perkara mantan Direktur Utama PT PLN tersebut akan tetap dilanjutkan dengan memasuki agenda pemeriksaan para saksi pada pekan depan. Sidang masuk pada tahap pokok perkara.
Dalam pertimbangannya, hakim menjelaskan penerapan Pasal 15 UU Tipikor dan Pasal 56 ke-2 KUHP yang sebelumnya dipersoalkan tim kuasa hukum Sofyan dinyatakan tidak berlebihan mengingat penerapan pasal dakwaan merupakan kewenangan jaksa penuntut umum.
"Pasal dakwaan adalah kewenangan JPU dan bukan kewenangan majelis. Bisa saja pasal yang disangkakan lebih dari satu pasal, maka keberatan tim penasihat hukum tidak dapat diterima," ujarnya.
Begitu pula dengan argumentasi-argumentasi lain yang dipersoalkan yaitu anggapan tindak pidana korupsi telah terjadi (voltooid) sebelum dugaan kejahatan pembantuan yang dituduhkan kepada Sofyan Basir.
Tim penasihat hukum sebelumnya menilai tindak pidana korupsi sudah dianggap sempurna sebelum Sofyan Basir bertemu dengan mantan Wakil Ketua Komisi VII Eni Maulani Saragih.
Kemudian, argumentasi lain yang disoal terkait dengan pihak yang diduga melakukan suap dalam kedudukannya sebagai peserta tindak pidana. Dalam pertimbangannya, majelis hakim menolak argumentasi nota keberatan tersebut.
"Pertimbangan hakim, dakwaan sudah cermat dan lengkap, waktu dan tempat dakwaan Sofyan sudah ketentuan KUHP. Nota keberatan tim penasihat hukum ditolak dan tidak dapat diterima," papar hakim.
Dengan ditetapkan putusan tersebut, majelis hakim menyatakan sidang akan dilanjutkan pada Senin (15/7/2019) dengan agenda menghadirkan para saksi dari jaksa penuntut umum.
Dalam perkara ini, mantan Dirut PLN Sofyan Basir didakwa telah memfasilitasi pertemuan antara mantan Wakil Ketua Komisi VII Eni M Saragih, eks Sekjen Golkar Idrus Marham dan salah aatu pemegang saham Blackgold Natural Resources (BNR) Ltd Johannes B. Kotjo dengan jajaran direksi PLN.
Hal itu bertujuan untuk mempercepat proses kesepakatan Independent Power Producer (IPP) PLTU Riau-1 antara PT PJB Investasi (PJBI), BNR, dan China Huadian Engineering Company Limited (CHEC).
Padahal, Sofyan Basir mengetahui bahwa Eni Maulani Saragih dan Idrus Marham akan mendapat sejumlah uang atau fee sebagai imbalan dari Johannes Kotjo atas proyek tersebut.