Bisnis.com, JAKARTA — Analis politik Exposit Strategic Arif Susanto memprediksi periode kedua pemerintahan Joko Widodo akan diwarnai friksi yang justru bersumber dari dalam tubuh koalisi pendukung pemerintah sendiri.
“Kemungkinan guncangan terhadap kekuasaan bukan semata mata berasal dari luar atau oposan. Bukan tidak mungkin friksi itu datang dari dalam [koalisi],” ungkapnya selepas menghadiri diskusi di bilangan Matraman, Jakarta Timur, Jumat (28/6/2019).
Arif menjelaskan, sebab utamanya yakni efek kondisi politis yang ditinggalkan oleh sosok petahana, yang tak bisa mencalonkan diri lagi. Oleh sebab itu, nantinya setiap parpol akan berebut simpati publik sendiri-sendiri, demi memperkenalkan sosok pemimpin masa depan.
Terlebih, apabila Jokowi sepakat menerima partai di luar Koalisi Indonesia Kerja (KIK). Maka, bukan tidak mungkin partai KIK yang telah berkeringat memenangkan Jokowi-Ma'ruf akan 'meminta lebih' atas nama keadilan politis.
“Saya melihat ada kecenderungan partai politik itu lebih menaruh tawaran tertinggi. Misalnya, bayangkan saja, Gerindra baru diisukan merapat saja sudah menawar dua kursi,” jelasnya.
Menurut Arif, manuver tersebut bisa jadi merupakan konsekuensi kondisi regenerasi kepemimpinan terkini, sebab pemimpin-pemimpin muda yang mulai terlihat sekarang memang didominasi oleh sosok di luar partai pendukung pemerintahan.
Arif mengungkapkan, suatu koalisi akan memperoleh keseimbangan apabila ada partai dominan yang menjadi pemimpin. Seperti PDIP dan Gerindra pada kontestasi Pilpres tahun ini.
Nahas, PDIP belum memiliki sosok pemimpin yang minimal memiliki ketokohan setara dengan Jokowi pada 2014 lalu. Maka, apabila antara parpol KIK sampai memiliki kondisi yang setara dalam 5 tahun ini, sehingga tidak ada bargaining position yang bisa mempertahankan PDIP sebagai partai pemimpin, KIK dipastikan terpecah pada kompetisi selanjutnya.
“Dugaan saya keseimbangan ini tak akan berlangsung lama. Tahun-tahun awal memang kita akan menkmati keseimbangan, yang lebih selama, ya, minimal 2 tahun. Tetapi masuk tahun ketiga, kemungkinan mengutamakan keterpilihan di 2024 akan sangat kuat sekali mewarnai politik,” jelasnya.