Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengakui tim penyidik memiliki alasan subjektif untuk menangguhkan penahanan selain dijaminkan oleh Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan.
Alasan itu, menurut Dedi, karena selama proses penanganan perkara tindak pidana kepemilikan senjata api ilegal, tersangka Soenarko kooperatif dan selalu memberikan penjelasan yang dapat membantu tim penyidik mengungkap perkara itu.
"Dalam proses penanganan kasus tersebut, Pak Soenarko selalu kooperatif terhadap penyidik ya," tuturnya, Jumat (21/6/2019).
Selain itu, menurut Dedi, tersangka Soenarko juga berjanji kepada penyidik setelah ditangguhkan penahanannya, tidak akan menghilangkan barang bukti, mempengaruhi para saksi dan melarikan diri ke luar negeri.
"Kemudian pertimbangan lain dari penyidik untuk mengabulkan penangguhan penahanan itu bahwa yang bersangkutan (Soenarko) tidak akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti dan pengaruhi saksi," katanya.
Soenarko ditetapkan sebagai tersangka kepemilikan senjata api ilegal sejak Mei 2019 dan ditahan di Rutan POM Guntur, Jakarta Selatan. Soenarko adalah eks Danjen Kopassus.
Soenarko menjadi tersangka dengan tuduhan kepemilikan senjata ilegal jenis M4. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengatakan senjata itu berasal dari Aceh. Pemerintah menduga senjata itu ada kaitannya dengan rencana aksi 22 Mei 2019.
Pengiriman senjata Soenarko dari Aceh terbongkar pada 15 Mei. Namun, baru 5 hari kemudian tim gabungan Kepolisian Besar Republik Indonesia dan polisi militer memeriksa Soenarko.
Pada Senin (20/5/2019) malam, Soenarko awalnya dipanggil sebagai saksi kasus makar dan kepemilikan senjata untuk dua orang lainnya, ZN dan BP, di markas Pusat Polisi Militer TNI di Cilangkap, Jakarta Timur.