Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) meluncurkan sistem bernama SiMATAG-0,4 M pada acara Asia Pacific Forestry Week (APFW) 2019 di Incheon, Korea Selatan.
Peluncuran tersebut langsung dilakukan oleh Menteri LHK Siti Nurbaya, pada Selasa (18/6/2019) sebagaimana dilansir laman resmi KLHK pada Rabu (19/6/2019).
Nama sistem tersebut merupakan singkatan dari Sistem Informasi Muka Air Tanah Gambut 0,4 m.
Dengan sistem ini, ada upaya memonitoring tingkat keberhasilan pelaksanaan pemulihan fungsi ekosistem gambut melalui pengumpulan database pemantauan tinggi muka air tanah dan curah hujan di areal konsesi ataupun lahan masyarakat.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat KLHK Djati Witjaksono Hadi mengatakan database itu mengelola data pemantauan dari 9.603 titik pengamatan tersebar di seluruh Indonesia dan secara berkesinambungan melalui aplikasi atau mobile application based.
"Sistem ini penting karena lahan gambut sangat luas mencapai 14,0 juta hektare yang pemanfaatannya sering tidak ramah lingkungan," kata Djati dari siaran pers KLHK.
Akibat tak ramah lingkungan, timbul permasalahan khususnya degradasi lahan, kebakaran, dan kerusakan lahan gambut yang dapat mengancam keberadaannya.
Sampai sejauh ini, data kerusakan gambut di Indonesia pada ekosistem gambut dengan fungsi lindung mencapai luasan 1,51 juga ha dengan tingkat kerusakan sedang sampai sangat berat. Sementara, pada fungsi budidaya seluas 609.432 ha dengan tingkat kerusakan sedang sampai sangat berat.
Namun demikian, KLHK berhasil berhasil membina dan mengawal pemegang konsesi melakukan pemulihan di areal konsesi seluas 3,11 juta ha dengan cara pembasahan atau rewetting baik di area konsesi dan nonkonsesi.
Secara terperinci, luas areal pemulihan ekosistem gambut tersebut pada area perkebunan yaitu seluas 884.580 ha, pada hutan tanaman industri (HTI) seluas 2,22 juta ha dan luas area di lahan masyarakat 8.382 ha.
Dari capaian pelaksanaan pemulihan tersebut di atas, KLHK mencatatkan sampai dengan 2018 dapat dihitung penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 190,60 juta ton CO2 ekuivalen.