Bisnis.com, JAKARTA - Ketegangan kembali memuncak di Hong Kong ketika ratusan pengunjuk rasa mengepung gedung parlemen beberapa jam sebelum anggota parlemen memperdebatkan RUU untuk memungkinkan ekstradisi warga Hong Kong ke China.
Kemunculan tiba-tiba sekitar 2.000 pengunjuk rasa yang kebanyakan berusia muda setelah pukul 11 malam waktu setempat itu cukup mengagetkan. Mereka membawa tenda dan persediaan lainnya yang disambut oleh polisi antihuru-hara.
Sebagian dari mereka menyanyikan lagu-lagu religi sebagai protes damai terhadap rencana kontroversial untuk memungkinkan ekstradisi ke daratan China.
Pusat keuangan wilayah itu guncang selama akhir pekan akibat demonstrasi terbesar sejak kota itu kembali ke China pada tahun 1997. Mereka meminta pihak berwenang untuk membatalkan rencana untuk melolokan RUU yang didukung Beijing tersebut.
Banyak yang khawatir undang-undang itu mengacaukan proses pengadilan dan merusak reputasi Hong Kong sebagai pusat bisnis internasional.
Penyelenggara aksi mengatakan lebih dari satu juta orang turun ke jalan pada hari Minggu (9/6/2019). Akan tetapi, gerakan itu gagal untuk mempengaruhi Kepala Eksekutif Hong Kong, Carrie Lam yang telah menolak tuntutan untuk menarik atau menunda RUU dan memperingatkan lawannya agar tidak melakukan "tindakan radikal".
Pada hari Rabu (12/6/2019) pagi ini, anggota parlemen akan mulai memperdebatkan RUU tersebut di badan legislatif kota yang didominasi oleh loyalis Beijing. Sedangkan pemungutan suara final diharapkan selesai pada 20 Juni.
"Saya ingin melakukan sesuatu sebelum kebebasan kami diambil," kata Yu Wing-sum seperti dikutip ChannelNewsAsia,com, Rabu (12/6/2019).
Sejak tadi malam polisi telah membanjiri daerah di sekitar kantor pemerintah dan gedung parlemen. Mereka berupaya menghentikan aksi yang dimulai menjelang tengah malam.