Bisnis.com, JAKARTA - Salah satu kuasa hukum tersangka kasus dugaan kepemilikan senjata api ilegal Kivlan Zen, Burhanudin, menyebut kliennya itu mengaku dalam ruang pemeriksaan bahwa senjata yang dibawa tersangka Armi adalah untuk melindungi sang purnawirawan TNI tersebut.
"Jadi salah seorang dari empat orang yang diketahui Pak Kivlan, mengatakan bahwa Pak Kivlan adalah target untuk dilenyapkan, jadi mereka berusaha untuk melindungi Kivlan," kata Burhanudin saat dihubungi, Kamis (30/5/2019).
Saat ditanyakan apakah Kivlan yang memerintahkan untuk membeli senjata tersebut, Burhanudin menolaknya, bahkan dia menyebut senjata tersebut adalah senjata untuk berburu.
"Enggak ada itu, bahkan senjata yang ditunjukkan tidak sama dengan apa yang pernah dilihat. Waktu yang dilihat itu senjata untuk berburu, bukan senjata untuk melakukan militer itu, bahkan kalibernya kecil," katanya.
Sementara itu, kuasa hukum Kivlan lainnya, Djudju Purwantoro, mengatakan senjata tersebut ditunjukkan pada Kivlan karena mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat tersebut mengatakan ada hama babi hutan di lahannya pada Armi yang merupakan sopir pribadi paruh waktunya.
"Hingga kemudian Armi yang juga koordinator dan pemilik perusahaan jasa satpam, menawarkan senjata berburu, ya begitu lah yang saya tahu," kata Djudju.
Baca Juga
Berdasarkan keterangan para kuasa hukumnya, pensiunan tentara dengan pangkat terakhir Mayor Jenderal tersebut tahu empat orang dari enam tersangka (HK, IR, TJ, AZ, AD dan AF) yang berencana melakukan pembunuhan pada empat tokoh nasional. Empat orang tersebut yakni Tajudin alias TJ, Iwan alias HK, lalu Heri dan Armi yang belum diketahui merujuk pada siapa.
Kivlan sendiri berstatus sebagai tersangka dugaan kepemilikan senjata api ilegal dan dikirimkan ke Rutan POM DAM Jaya Guntur, Jakarta Selatan, Kamis malam ini dengan kawalan petugas kepolisian untuk ditahan.
Hingga saat ini belum ada pernyataan resmi dari pihak kepolisian.
Polisi menjerat Kivlan dengan pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang senjata api yang memiliki ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.
Kivlan dijerat dengan undang-undang tersebut karena disangka memiliki dan menguasai senjata api yang terkait dengan enam orang tersangka yang berniat membunuh empat tokoh nasional dan satu pimpinan lembaga survei.
Sebelumnya, Mabes Polri telah menangkap enam orang yang diduga berencana melakukan pembunuhan pada empat tokoh nasional yakni Menko Maritim Luhut Binsar Pandjaitan, Menko Polhukam Wiranto, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan, dan dan Staf Khusus Presiden Bidang Intelijen dan Keamanan Gories Mere.
Keenam tersangka tersebut disebut-sebut menunggangi kerusuhan 22 Mei untuk melakukan aksinya. Polisi mengungkapkan, kelompok ini dipimpin HK dan beranggotakan IR, TJ, AZ, AD dan AF.
Mereka memiliki peran berbeda mulai dari mencari penjual senjata api hingga mencari eksekutor. Keenamnya kini sudah ditahan polisi.