Bisnis.com, JAKARTA – Profesor Riset bidang Perkembangan Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Hermawan Sulistyo menerangkan hasil temuannya perihal tema dalang kasus kerusuhan aksi 22 Mei.
Pengamat politik tersebut membuka diskusi yang diselenggarakan di Kantor DPP PSI tersebut dengan temuan pola yang sama selalu terjadi dalam kasus kericuhan demokrasi mulai dari tahun 1974, 1998 hingga tahun ini.
“Puluhan tahun saya di kasus seperti ini dan setiap terjadi peristiwa seperti ini polanya sama. Ada momen politik, kemudian ada kontestasi antar berbagai pihak. Lalu ada yang punya kepentingan berkaitan langsung dengan isu pertarungan politik itu atau kepentingan yang lain,” ujar Hermawan Sulistyo pada Rabu (29/5/2019).
Ia menerangkan dengan membuat situasi menjadi chaotic, pihak yang diuntungkan bisa jadi mendominasi kekuasaan atau terlindung dari proteksi ekonomi.
“Tahun 1998 berbeda, mahasiswanya memusuhi rezim pemerintahan yang represif sekaligus melawan tentaranya. Tapi yang ini, situasi memang kalau pakai bahasa PKI itu ‘ibu pertiwi sudah hamil tua’,” ungkapnya.
Ia lebih lanjut memberi pertanyaan keras tentang siapa yang diuntungkan dalam kasus kerusuhan yang terjadi di beberapa titik di Jakarta tersebut.
“Polisi nembak apa untungnya buat polisi? Tapi kalau saya bilang begini saya dibilang saya juru bicara polisi. Kalau ada martir diharapkan, emosi publik ini marah. Rezim terlegitimasi, lalu kalau rezim terlegitimasi, lebih gampang untuk menggoyang,” ucapnya.