Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kemungkinan besar akan memeriksa politisi Golkar Nusron Wahid terkait kasus dugaan suap anggota Komisi VI DPR Bowo Sidik Pangarso.
Dugaan keterlibatan Nusron dalam kasus Bowo Sidik terkait dengan uang pada 400.000 amplop yang diduga diminta disiapkan oleh Nusron kepada Bowo untuk "serangan fajar" di pemilihan calon anggota legislatif pada Pemilu 2019.
"Ya, semua yang terlibat dan disebut, biasanya, kan, kami mintai klarifikasi," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif, Rabu (15/5/2019).
Tujuan Nusron untuk memerintah Bowo menyiapkan 400.000 amplop itu diduga agar keduanya dapat dipilih kembali lantaran maju di dapil yang sama. Keduanya ikit bertarung di Dapil II Jawa Tengah.
Terpisah, Juru Bicara KPK Febri Diansyah tak membantah bahwa pemanggilan saksi yang relevan akan dihadirkan untuk mendalami perkara Bowo Sidik.
"Kebutuhan-kebutuhan pemeriksaan terhadap pihak-pihak [seperti Nusron] yang informasinya muncul di tahap penyidikan baik dari tersangka ataupun dari saksi terbuka kemungkinan dilakukan [pemanggilan]," kata Febri.
Baca Juga
Waktu pemanggilan terhadap saksi diserahkan kepada penyidik apakah akan dilakukan dalam waktu dekat atau tidak. Namun, yang pasti penyidikan dua kasus Bowo Sidik terus berjalan.
"Jadi kalau sudah ada informasinya kami sampaikan yang pasti penyidikannya masih terus berjalan untuk dua kasus. Pertama, kasus dugaan suap. Kedua, dugaan penerimaan gratifikasi," ujar Febri.
Bowo Sidik sebelumnya menyeret nama Nusron Wahid dalam pusaran dugaan suap bidang pelayaran antara PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog) dan PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK).
Mulanya, Bowo mengaku menerima instruksi dari Nusron untuk menyiapkan 400.000 amplop dalam pecahan Rp20.000-Rp50.000 yang akan digunakan untuk 'serangan fajar' di Pileg pada Pemilu 2019.
Bowo melalui kuasa hukumnya saat itu, Saut Edward Rajagukguk, bahkan menyebut jika Nusron menyiapkan lebih banyak amplop ‘serangan fajar’ yaang mencapai 600.000 amplop.
Pihak Bowo juga menyebut perintah 400.000 amplop itu disampaikan Nusron secara langsung saat melakukan pertemuan di gedung Parlemen.
Namun, pernyataan Bowo Sidik itu kemudian buru-buru dibantah Nusron. Dia menyebut pernyataan Bowo tidak benar.
KPK telah menetapkan tiga orang tersangka dalam perkara sewa menyewa kapal antara PT Pilog dan PT HTK.
Mereka adalah anggota Komisi VI DPR Bowo Sidik Pangarso, seorang swasta sekaligus perantara suap dari PT Inersia bernama Indung, dan Manager Marketing PT HTK Asty Winasti selaku pemberi suap.
KPK menduga Bowo Sidik menerima suap dalam kerja sama pengangkutan pelayaran antara PT HTK dan Pilog yang sebelumnya telah dihentikan. Dalam hal ini, Bowo Sidik diduga meminta fee kepada PT HTK atas biaya angkut yang diterima perusahaan itu sejumlah US$2 per metrik ton.
KPK menduga Bowo menerima Rp1,5 miliar dari PT HTK dalam tujuh kali penerimaan, termasuk Rp89,4 juta saat operasi tangkap tangan. Adapun uang yang disita KPK senilai Rp8 miliar dari 84 kardus yang terbagi 400.000 amplop ditemukan di kantor PT Inersia milik Bowo.
Artinya, dari Rp8 miliar dengan penerimaan Rp1,5 miliar dari PT HTK, ada sisa uang senilai Rp6,5 miliar yang diduga diterima pihak lain sebagai gratifikasi. KPK telah mengantongi asal muasal gratifikasi tersebut.