Bisnis.com, JAKARTA — Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap Direktur Utama PT Pupuk Logistik Indonesia Ahmadi Hasan, Rabu (15/5/2019).
Dia dipanggil terkait kasus dugaan suap bidang pelayaran antara PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog) dan PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK).
"Dipanggil sebagai saksi untuk tersangka AWI [Asty Winasti]," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah, dalam pesan singkat, Rabu (15/5/2019).
Pemanggilan ini bukan kali pertama untuk Ahmadi Hasan. Sebelumnya, dia kerap dipanggil KPK untuk menjadi saksi.
Secara bersamaan, lembaga antirasuah juga memanggil Direktur Administrasi dan Keuangan PT Pilog Teguh Hidayat Purbono dan Marketing PT HTK Beny Widata.
"Keduanya juga dipanggil sebagai saksi untuk tersangka HWI," kata Febri.
Dalam proses pemeriksaan sebelumnya, KPK telah meminta keterangan Dirut PT Pupuk Indonesia Holding Company Aas Asikin Idat, Selasa (15/5/2019). Dia berjanji sepenuhnya untuk membantu KPK dalam kasus ini.
Lembaga pimpinan Agus Rahardjo tengah menelusuri pihak lain yang diduga bekerja sama dengan tersangka Bowo Sidik Pangarso dalam kasus ini. KPK menduga dia tak bekerja sendirian.
Anggota Komisi VI DPR itu dianggap tidak mempunyai kewenangan dan posisi di PT Pupuk Indonesia Holding Company ataupun Pupuk Indonesia Logistik.
"Dalam proses ini, pasti kami juga menelusuri bagaimana BSP dan dengan siapa BSP bekerjasama," katanya, Selasa (14/5/2019).
Bowo Sidik Pangarso diduga mempunyai peran dalam menghubungkan kembali antara PT Pilog dan PT HTK untuk bekerja sama sewa menyewa kapal. Padahal, kerja sama kedua perusahaan itu sempat terhenti.
Febri mengatakan tim penyidik tengah mendalami lebih lanjut siapakah orang yang didekati Bowo Sidik di Pupuk Indonesia maupun Pilog untuk menindaklanjuti permintaan yang diajukan oleh PT HTK terkait kerja sama sewa menyewa kapal pengangkutan amonia.
"Akan kami telusuri lebih lanjut, PT HTK diduga minta bantuan BSP dan BSP kemudian menemui siapa, meminta siapa atau mempengaruhi siapa di PT Pupuk Indonesia tentu akan kami telusuri lebih lanjut," paparnya.
Untuk menelusuri tersebut, belakangan hari ini lembaga antirasuah sudah meminta keterangan langsung dari sejumlah saksi yang sebagian berasal dari jajaran direksi Pupuk Indonesia dan Pilog.
Sejumlah saksi yang diduga mengetahui perjanjian sewa menyewa kapal itu telah dimintai klarifikasi oleh penyidik KPK. Bisa saja, lanjut Febri, perkara ini akan berkembang saat sudah masuk dalam proses persidangan kelak.
"Misalnya di persidangan kami mengidentifikasi [keterlibatan pihak lain] lebih jelas," ujarnya.
Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan tiga orang tersangka yakni anggota Komisi VI DPR Bowo Sidik Pangarso, seorang swasta sekaligus perantara suap dari PT Inersia bernama Indung, serta Manager Marketing PT HTK Asty Winasti selaku pemberi suap.
KPK menduga Bowo Sidik menerima suap dalam kerja sama pengangkutan pelayaran antara PT HTK dan Pilog yang sebelumnya telah dihentikan.
Dalam hal ini, Bowo Sidik diduga meminta fee kepada PT HTK atas biaya angkut yang diterima perusahaan itu sejumlah US$2 per metrik ton.
KPK menduga Bowo menerima Rp1,5 miliar dari PT HTK dalam tujuh kali penerimaan, termasuk Rp89,4 juta saat operasi tangkap tangan.
Uang yang disita KPK total senilai Rp8 miliar dari 84 kardus yang terbagi 400.000 amplop ditemukan di kantor PT Inersia milik Bowo.
Artinya, dari Rp8 miliar dengan penerimaan Rp1,5 miliar dari PT HTK, ada sisa uang senilai Rp6,5 miliar yang diduga diterima pihak lain sebagai gratifikasi. KPK telah mengantongi asal muasal gratifikasi tersebut.