Kabar24.com, JAKARTA — Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memberi ruang kepada produsen sepeda motor Honda dan Yamaha untuk menempuh upaya hukum luar biasa terkait dengan putusan kasasi oleh Mahkamah Agung (MA).
Pekan lalu, majelis kasasi MA menolak keberatan dari PT Astra Honda Motor (AHM) dan PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM). Putusan itu sekaligus menguatkan putusan KPPU dan pengadilan negeri yang menyatakan bahwa kedua badan usaha itu terbukti bersalah melakukan kartel.
“Ya saya minta pihak Yamaha dan Honda untuk berhenti memberikan pernyataan atas ketidakpuasan mereka di media. Sudah ada jalur hukumnya melalui peninjauan kembali. Silakan tempuh jalur itu,” ujar Juru bicara KPPU, Guntur Saragih, Senin (6/5/2019).
Menurutnya, bukti surat dan bukti ekonomi yang menjadi pertimbangan majelis komisi dalam menjatuhkan sanksi rupanya diakui pula oleh peradilan yang lebih tinggi dalam hal ini pengadilan negeri dan Mahkamah Agung (MA).
Hal ini menurutnya menandakan bahwa bukti-bukti yang diajukan oleh komisi sudah memenuhi peraturan formil.
Guntur juga mengatakan bahwa dia belum mengetahui secara detail besaran denda yang diputuskan oleh majelis kasasi. Namun, jumlah denda yang diputuskan oleh majelis KPPU yakni Rp25 miliar untuk YIMM dan Rp22,5 miliar bagi AHM, dianggap tidak seberapa dibandingkan dengan dengan aturan denda berdasarkan amendemen UU 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
“Masih baik dari pada denda menurut amendemen yaitu 20% dari total sales selama kurun waktu kartel terjadi. Sejauh ini kami belum melakukan analisis dampak denda terhadap kelangsungan bisnis mereka,” tuturnya.
Sebelumnya, KPPU putusan MA yang menolak permohonan kasasi PT YIMM dan PT AHM. Putusan itu menurutnya merupakan putusan yang bijaksana sebagaimana putusan KPPU dalam persidangan sebelumnya.
Menurutnya, komisi tersebut memang kerap menggunakan data-data dan analisis ekonomi, termasuk dalam perkara kartel antara dua produsen terbesar kendaraan roda dua di Indonesia tersebut.
Dengan diterimanya bukti-bukti tersebut menandakan bahwa MA kian tidak meragukan pembuktian ekonomi dalam perkara pelanggaran persaingan usaha.
Bukti ekonomi menurutnya kerap digunakan negara-negara yang menerapkan hukum persaingan usaha seperti Amerika Serikat, Italia, dan Jepang.
KPPU, lanjutnya, sering menggunakan bukti ekonomi berupa analisis terhadap hasil pengolahan data yang mencerminkan terjadinya keuntungan yang tidak biasa lantaran bukan berasal dari peningkatan efisiensi dan produktivitas perusahaan.
“Sejauh ini, di Indonesia, pembuktian menggunakna bukti ekonomi sudah digunakan untuk perkara kartel ban, minyak goreng serta fuel surcharge,” tuturnya.