Kabar24.com, JAKARTA — Harga tiket pesawat yang melambung tinggi terus menjadi buah bibir di tengah masyarakat. KPPU pun nampak belum yakin dengan berbagai bukti terjadinya kartel antarpelaku usaha.
Harga tiket pesawat yang melambung tinggi terus menjadi buah bibir di tengah masyarakat. KPPU pun tampak belum yakin dengan berbagai bukti terjadinya kartel antarpelaku usaha.
Sebenarnya, wajarkah alasan-alasan yang kerap dikemukakan oleh pihak maskapai terkait dengan kenaikan harga tiket penerbangan tersebut?
Gerry Soejatman, pengamat penerbangan, menganalisis bahwa rerata harga tiket pesawat terbang pada 2018 memang terbilang rendah sekali. Akan tetapi saat ini, menurutnya, tarif yang dijual oleh maskapai pun luar biasa tingginya.
“Untuk Desember 2018 saja, harga penerbangan domestik Garuda Indonesia 10 sen dolar per kilometer. Jumlah ini lebih tinggi 140% dari Singapore Airlines dan Qantas Airways,” tuturnya, dalam sebuah diskusi mengenai penerbangan, belum lama ini.
Sementara itu, Citilink yang merupakan bagian dari Garuda Indonesia Group, tarifnya lebih tinggi 9%. Karena itu, menurut pria berkacamata ini, alasan avtur yang melambung serta biaya pajaknya, menjadi tidak masuk akal karena khusus untuk pajak telah dibahas bertahun silam dengan pemerintah.
Menurutnya, sebenarnya publik paham terhadap kenaikan tarif penerbangan. Namun jika melambung sangat tinggi, tentu hal itu juga menjadi pertanyaan publik.
Apalagi, pelaku usaha seperti biro perjalanan wisata dan perhotelan serta restoran juga mulai menjerit lantaran kenaikan ini berimbas pada paket-paket tur serta tingkat hunian.
Alasan lain bahwa kenaikan penumpang akibat menurunnya jumlah para abdi negara yang melakukan perjalanan dinas karena Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) belum cair pun, menurutnya, tidak masuk akal.
Pasalnya, porsi perjalanan dinas, termasuk yang dibiayai oleh APBN hanya 15% dari total perjalanan menggunakan pesawat udara. Porsi terbesar adalah kunjungan keluarga yakni 32%, kemudian perjalanan wisata 10%, dan sisanya adalah alasan lain-lain.
Karena itu, menurutnya, perlu perubahan pola penjualan tiket yang modern sebagaimana lazimnya maskapai di luar negeri. Dia mencontohkan, maskapai modern saat ini sudah menerapkan sistem tiket murah bisa diperoleh jauh hari sebelum tanggal penerbangan.
Akan tetapi, pola modern seperti ini perlu didukung dengan pelebaran ruang antara tarif batas bawah dan tarif batas atas. Atau dengan kata lain, tarif batas atas penerbangan kelas ekonomi untuk rute domestik perlu dinaikkan agar terjalin mekanisme subsidi silang secara alamiah sesuai dengan mekanisme pasar antara tiket murah dan tiket yang lebih tinggi harganya.
Namun, apapun alasan kenaikan harga tiket dan proses bisnisnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tidak pantang surut untuk menguak terjadinya praktik kartel kenaikan harga tiket penerbangan yang diduga dilakukan oleh para pelaku bisnis aviasi.
PENYELIDIKAN
Komisioner KPPU, Guntur Saragih mengungkapkan, perkara tiket penerbangan yang dianggap mahal berada di luar kendali serta tugas pokok pihaknya. Komisi, tuturnya, lebih fokus menyoroti hubungan kerja antarpelaku usaha.
Akan tetapi, setelah melalui tahap penyelidikan yang mendalam, komisi tersebut masih belum cukup yakin dengan berbagai bukti dugaan terjadinya praktik kartel.
Atas dasar itulah, dalam rapat komisioner yang dihelat pekan ini, diputuskan untuk memberikan waktu tambahan selama 30 hari bagi para investigator untuk mengumpulkan lebih banyak bukti.
“Proses penyelidikan diperpanjang selama 30 hari,” kata Guntur Saragih.
Selain tiket penerbangan, ada juga dugaan kartel harga kargo pesawat terbang serta rangkap jabatan pada Garuda Indonesia dan Sriwijaya Air setelah terjadinya kerja sama operasi antara kedua maskapai.
Sejauh ini, Kementerian Perhubungan telah menerbitkan dua regulasi yang berkaitan dengan perhitungan tarif penerbangan, Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Perhubungan Hengki Angkasawan menuturkan kedua beleid tersebut yaitu Permenhub No. PM 20/2019 tentang Tata Cara dan Formulasi Perhitungan Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri dan Kepmenhub No. KM 72/2019 Tentang Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri.
“Jadi yang tadinya Mekanisme Formulasi dan Penetapan Tarif Batas Atas dan Tarif Batas Bawah ada di dalam satu Peraturan Menteri [PM 14/2016], sekarang terpisah menjadi Peraturan Menteri dan Keputusan Menteri,” katanya.
Melalui KM yang baru ini, Direktur Jenderal Perhubungan Udara dapat melakukan evaluasi terhadap besaran tarif secara berkala setiap 3 bulan dan/atau sewaktu-waktu dalam hal terjadi perubahan signifikan yang mempengaruhi kelangsungan kegiatan badan usaha angkutan udara.