Bisnis.com, JAKARTA – Sorak-sorai dan jeritan histeris memenuhi udara di Tokyo pada hari Sabtu ketika Kaisar Jepang baru Naruhito dan Permaisuri Masako membuat salam pertama mereka ke publik yang gembira tiga hari setelah naik takhta.
Ayah Naruhito, Akihito yang telah berusia 85 tahun, turun tahta pada hari Selasa dalam sebuah upacara sederhana, hampir tiga tahun setelah ia pertama kali mengungkapkan kekhawatiran bahwa bertambahnya usia mungkin membuatnya sulit untuk melakukan tugasnya.
Itu adalah pelepasan pertama dalam 200 tahun, karena sebelumnya selalui ditandai dengan meninggalnya kaisar sebelumnya. Berjanji untuk bekerja sebagai simbol rakyat, Naruhito yang berusia 59 tahun, secara resmi dinobatkan sebagai kaisar pada Senin,(6/5/2019) mendatang.
Orang berjam-jam berjam-jam untuk melihat kaisar baru dan keluarganya berdiri di balkon istana dan melambai ke kerumunan yang berkumpul. Biasanya salam seperti itu terjadi selama liburan Tahun Baru dan pada hari ulang tahun kaisar.
"Saya berdoa untuk kesehatan dan kebahagiaan Anda, dan saya dengan tulus berharap untuk pengembangan lebih lanjut dari negara kita dengan berjalan seiring dengan negara-negara lain dan mencari perdamaian global," kata sang kaisar, seperti dikutip dari Reuters, Sabtu (4/5/2019).
Permaisuri Masako, mengenakan gaun dan topi kuning, melambai dan tersenyum kepada orang banyak bersama dengan anggota keluarga kekaisaran lainnya. Mereka akan menyapa kerumunan enam kali pada hari Sabtu, menurut penyiar publik NHK.
Akihito menjadi kaisar pada tahun 1989 setelah kematian ayahnya, Kaisar Hirohito, yang memicu masa berkabung yang panjang di seluruh Jepang, tetapi suasana hatinya benar-benar berbeda kali ini.
Klub mengadakan penghitungan mundur pada Selasa malam, kembang api meroket ke udara dan toko-toko mengadakan penjualan khusus untuk menghormati "Reiwa," nama era di mana Naruhito akan memerintah.
Ratusan pasangan bergegas ke kantor kota untuk mendaftarkan pernikahan mereka. Suasana meriah, yang banyak dibandingkan dengan Tahun Baru, ditambah oleh liburan 10 hari yang belum pernah terjadi sebelumnya yang diharapkan pengamat akan membawa dorongan ekonomi ke ekonomi Jepang yang lesu.