Bisnis.com, JAKARTA - Dewan Militer dan para tokoh oposisi Sudan bersepakat membentuk pemerintah gabungan sementara untuk meredakan ketegangan di antara masyarakat yang terpecah.
Mereka menyatakan langkah itu bertujuan untuk menyiapkan masa peralihan kekuasan. Pasalnya negara itu telah tiga dasawarsa berada dalam pemerintahan otokrasi Omar al-Bashir yang digulingkan melalui kudeta.
Kesepakatan tersebut dibuat di depan para pengunjuk rasa yang berhari-hari berada di depan gedung Kementerian Pertahanan di Ibu Kota Khartoum. Mereka menuntut penyerahan kekuasaan kepada kalangan sipil dan menolak rezim militer kembali berkuasa sebagaimana dikutip Theguardian.com, Senin (29/4/2019).
"Kami sepakat membentuk dewan gabungan militer-sipil. Kami sedang berunding berapa porsi keterwakilan sipil dan militer," kata seorang tokoh pegiat sipil Sudan, Ahmed al-Rabie.
Akan tetapi, kedua pihak ternyata belum menyetujui porsi kewenangan masing-masing kubu guna menghindari pertikaian di kemudian hari.
Dewan Gabungan itu terdiri dari sejumlah tokoh sipil dan militer. Kelompok oposisi mendesak lembaga itu berisi 15 orang, dan meminta jatah 8 kursi bagi sipil. Hanya saja, militer Sudan belum sepakat dengan hal itu.
Baca Juga
Mereka menyatakan akan menjadi lembaga yang berdaulat penuh, sebelum pemerintahan peralihan terbentuk. Dalam perundingan dengan para tokoh politik dan sipil pada Rabu lalu, tiga anggota Dewan Militer Sudan memilih mundur. Mereka adalah Letjen Omar Zain al-Abdin, Letjen Jalaluddin Al-Sheikh dan Letjen Al-Tayieb Babikir.
Salah satu tokoh gerakan sipil Sudan, Siddiq Farouk, menyatakan akan menggelar aksi mogok nasional jika pemerintahan sipil tak kunjung terbentuk. Dia juga menyatakan jutaan rakyat Sudan siap turun ke jalan.