Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kasus PLTU Riau-1: Sofyan Basir Tersangka, KPK Minta Direksi BUMN Terbuka Soal Intervensi

Kerap kali jajaran direksi BUMN termasuk PT PLN mendapat intervensi baik dari swasta atau anggota dewan. Bahkan, konflik kepentingan dari seorang menteri sekalipun.
Sofyan Basir./Bisnis-Dedi Gunawan
Sofyan Basir./Bisnis-Dedi Gunawan

Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi meminta jajaran direksi BUMN terbuka atas segala hal terkait ada atau tidaknya intervensi dari pihak luar terkait sebuah perencanaan proyek.

Dedi Hartono, Kasatgas SDA dan Pangan Direktorat Litbang KPK mengatakan kerap kali jajaran direksi BUMN termasuk PT PLN mendapat intervensi baik dari swasta atau anggota dewan. Bahkan, konflik kepentingan dari seorang menteri sekalipun.

Dalam kasus Sofyan Basir, Dedi mengatakan bahwa pertemuan-pertemuan antara Sofyan dengan mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni M. Saragih, eks Ketua DPR Setya Novanto, eks Sekjen Golkar Idrus Marham, dan pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd Johannes B. Kotjo, adalah batu sandungan bagi Sofyan mengingat pertemuan dilakukan terlihat tidak wajar.

Dirut Utama PT PLN yang kini dinonaktifkan itu adalah tersangka baru kasus PLTU Riau-1 menyusul nama-nama seperti Eni Saragih, Kotjo, dan Idrus Marham.

"Cukup banyak [intervensi], mungkin yang ketangkap ini yang tidak terendus oleh kita atau dari PLN sendiri tidak mau terbuka," katanya dalam sebuah diskusi, beberapa waktu lalu. 

Dedi tak menampik bahwa tekanan dari pihak luar ke PLN dinilai cukup besar. Apalagi, PLN sebagai perusahaan pelat merah memiliki banyak proyek untuk hajat hidup orang banyak.

"Saya bilang kalau di internal PLN itu begini, kan, tekanannya banyak, seperti menggelar pertemuan apakah untuk mencari celah [korupsi] padahal mereka penyelenggara negara yang tidak boleh menerima sesuatu, itu kan jadi masalah," katanya.

Berdasarkan persidangan kasus PLTU Riau-1 dan surat dakwaan Eni, Sofyan Basir setidaknya pernah menghadiri sembilan kali pertemuan baik di hotel, rumah dan kantor PLN.

Dalam sejumlah pertemuan itu, Sofyan turut didampingi oleh beberapa petinggi PLN dan anak perusahaan. Nama yang kerap muncul dipersidangan saat mendampingi Sofyan adalah Direktur Pengadaan Strategis 2 PLN, Supangkat Iwan Santoso. 

"Dan itu banyak, model [pertemuan] seperti ini banyak, yang ketahuan mungkin yang itu [kasus Sofyan Basir]. Kalau yang lain ketahuan, ya, mungkin bisa kita cegah, asal terbuka," ujarnya.

Akan tetapi, Dedi tak memungkiri untuk beberapa kasus yang dinilai rawan ada indikasi korupsi, pihak PLN cukup terbuka menyampaikan ke KPK. Misalnya, ada intervensi oleh anggota DPR atau pejabat tertentu. 

"Kalau terbuka kita bantu. Tapi, kalau tidak terbuka, ya, jadi ketahuan oleh teman dari penindakan," kata dia.

Dedi tetap menyayangkan ketika pejabat tinggi di PLN mengakomodir pertemuan-pertemuan di sejumlah tempat seperti hotel, restoran, rumah atau kantor untuk membahas suatu proyek. Padahal, andaikata pejabat itu tahu bahwa pertemuan itu dapat menjerumuskan seharusnya dapat menolak.

"Ketika Pak Sofyan Basir kena karena menerima janji, ya, itu sebagai konsekuensi dari akomodir pertemuan-pertemuan itu.  Coba kalau menolak pertemuan karena tahu ada intervensi," kata dia.

"Tapi, apakah nanti jabatannya selamat? Inilah yang dihadapi direksi BUMN, mau selamat jabatan atau individu? Padahal kalau mau terbuka, kita akan membantu agar selamat, baik jabatan atau indvidunya," lanjut Dedi.

Adapun untuk sistem pencegahan, lembaga antirasuah menurutnya memberi rekomendasi termasuk soal layak atau tidaknya sejumlah pertemuan antara anggota DPR, pihak swasta, dan pejabat tinggi PLN di sebuah tempat guna membahas proyek lantaran rawan terjadi kongkalikong.

Dalam perkara ini, KPK menduga Sofyan Basir menerima janji fee proyek dengan nilai yang sama dengan Eni M. Saragih dan Idrus Marham. Eni terbukti menerima suap Rp4,75 miliar, sedangkan Idrus Marham senilai Rp2,25 miliar.

Dalam kontruksi perkara, KPK menduga Sofyan Basir memerintahkan salah satu direktur di PLN guna segera merealisasikan power purchase agreement (PPA) antara PT PLN, Blackgold Natural Resources Ltd dan CHEC selaku investor. 

Tak hanya itu, Sofyan juga diduga meminta salah satu direkturnya untuk berhubungan langsung dengan Eni Saragih dan Johannes B. Kotjo.

KPK juga menyangka Sofyan meminta direktur di PLN tersebut untuk memonitor terkait proyek tersebut lantaran ada keluhan dari Kotjo tentang lamanya penentuan proyek PLTU Riau-1.

Dalam pengembangannya, KPK telah mencegah Sofyan Basir selama 6 bulan terhitung sejak Kamis (25/4/2019) lalu.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper