Kabar24.com, JAKARTA — Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil para saksi terkait dengan kasus dugaan suap jasa angkut pupuk, Rabu (24/4/2019).
Di antara para saksi itu, ajudan Bowo Sidik bernama Okta dan tenaga ahli Bowo di DPR bernama Santosa akan dimintai keterangannya guna mendalami lebih jauh perkara suap tersebut.
"Dipanggil untuk diperiksa sebagai saksi untuk tersangka AWI [Asty Winasti]," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah, dalam pesan singkat Rabu (24/4/2019).
Asty merupakan Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) yang juga diduga pemberi suap kepada Bowo Sidik.
Tak hanya Okta dan Santosa, KPK juga memanggil tiga orang saksi lainnya. Mereka adalah Staf PT HTK, Latif; Staf Keuangan PT HTK, Desi Ardinesti dan Staf PT Inersia, Clara Agustine.
"Mereka juga dipanggil untuk tersangka AWI," kata Febri.
Dalam perkara ini, Bowo ditetapkan sebagai tersangka bersama dua orang lainnya menyusul operasi tangkap tangan KPK di Jakarta pada Rabu hingga Kamis (27-28/3/2019) dini hari.
Kedua tersangka lainnya disematkan kepada seorang swasta dari PT Inersia bernama Indung dan Manager Marketing PT HTK, Asty Winasti. Dalam kasus ini, Asty diduga sebagai pemberi.
Bowo Sidik diduga meminta fee kepada PT Humpuss Transportasi Kimia atas biaya angkut yang diterima sejumlah US$2 per metrik ton.
Untuk merealisasikan komitmen fee ini, Asty memberikan uang sebesar Rp89,4 juta kepada Bowo melalui 'tangan kanan' Bowo bernama Indung di kantor PT Humpuss Transportasi Kimia di Gedung Granadi, Rabu (27/3/2019). Setelah proses transaksi, tim KPK mencokok keduanya.
Dia diduga menerima suap terkait kerja sama pengangkutan bidang pelayaran antara PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog)--selaku anak usaha Pupuk Indonesia--dan PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK).
KPK menduga Bowo menerima Rp1,5 miliar dari PT HTK dalam tujuh kali penerimaan, termasuk Rp89,4 juta saat operasi tangkap tangan.
Sementara uang yang disita KPK senilai Rp8 miliar dari 84 kardus yang terbagi 400 ribu amplop di kantor PT Inersia milik Bowo.
Artinya, dari Rp8 miliar dengan penerimaan Rp1,5 miliar dari PT HTK, ada sisa uang senilai Rp6,5 miliar yang diduga diterima pihak lain.